Loading...
Thu. Mar 28th, 2024

Menjadi User, Imitator, atau Inovator

Dalam dunia korporasi, perusahaan sering kali hanya mengkopi teknologi atau produk pesaing dan kemudian sukses, pun berlaku bagi usaha kecil. Ketiganya merupakan bentuk kapabilitas perusahaan dalam menggunakan dan menguasai teknologi.

User dapat didefinisikan sebatas sebagai pengguna. Dalam implementasinya, sebagian perusahaan mungkin hanya mendatangkan teknologi dari pihak eksternal (outsourcing). Mereka hanya perlu untuk membeli teknologi tersebut, mempelajari modul pengoperasiannya, lalu menggunakannya. Tidak ada usaha untuk meningkatkan dan menyesuaikan kapasitas teknologi dengan kapasitas usahanya.

Di sisi lain, dalam pembelajaran teknologi, ada yang bernama Passive learning. Passive learning merupakan bentuk dari adsorpsi teknologi dengan usaha yang sangat minim. Seorang passive learner sudah merasa puas dengan hanya mengakuisisi teknologi.

Salahkah menjadi imitator?

Menjadi imitator adalah bagian dari proses active learning. Teknologi yang telah berkembang digunakan oleh seorang imitator sebagai objek pembelajaran. Ia tidak hanya menggunakan teknologi tersebut, namun juga berupaya menguasai struktur, fungsi, dan cara kerjanya (melakukan reverse engineering).

Meskipun seorang imitator tergolong terlambat dalam memasuki pasar dan hanya mengikuti teknologi yang sudah tercipta, ironinya ia bisa jadi lebih sukses dibanding inovatornya pada waktu tertentu. Biaya yang diperlukan dalam pengembangan produk dan usaha memasuki pasar pun akan lebih sedikit dibanding seorang inovator. Hal ini dikarenakan, seorang inovator selain memulai pengembangan teknologi baru, ia juga harus mengedukasi pasar mengenai produk baru tersebut: apa itu produknya, fungsinya, dan bagaimana cara menggunakannya. Effort yang dibutuhkan untuk proses ini sangatlah besar. Sedangkan seorang imitator, ia bisa sedikit mengurangi biaya edukasi pasar.

Jika seorang inovator memulai segalanya dari awal, mulai dari ide, raw material, hingga proses eksperimentasi yang panjang untuk menghasilkan produk yang kompetitif. Seorang imitator dapat lebih menghemat biaya dan waktu karena singkatnya iya telah melakukan penyederhanaan dari proses inovasi tersebut.

Oleh karena itu, proses imitasi seringkali digunakan dinegara berkembang agar bisa catch up dengan perkembangan teknologi saat ini, sehingga mampu untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan daya saing produknya. Namun, bertahan menjadi seorang imitator tanpa melakukan improvement juga tidak menguntungkan. Jika seorang inovator dituntut untuk selalu berinovasi, seorang active learner dituntut untuk bisa menjadi inovator.

China merupakan salah satu negara yang mulai mengembangkan sektor industrinya melalui proses imitasi. Saat ini China juga dikenal sebagai pemimpin pasar karena banyaknya produk yang bisa dihasilkannya. Ia telah berkembang dari imitator menjadi inovator. China tidak mengawali dengan membuat seluruh komponen sendiri, melainkan denga mengembangkan pengetahuan mendalam untuk memanfaatkan komponen dari negara maju dan kemudian mengembangkankan solusi lokal yang mampu mencapai kinerja terbaiknya dengan harga terendah. Contoh paling nyata adalah pada sistem kereta cepat China. Seluruh jaringannya dibangun melalui perjanjian transfer teknologi dengan perusahaan kereta asing termasuk Alstom, Siemens, Bombardier, dan Kawasaki Heavy Industries. Engineers di China kemudian merancang visi teknologi jaringan kereta cepat mereka sendiri yang sekarang menjadi yang tercepat dan terluas di dunia.

Dalam upaya imitasinya, China juga menggunakan para diasporanya untuk kembali ke China dan mengaplikasikan pengetahuan teknologi yang telah diperolehnya di berbagai negara. Mereka disebut melakukan copycats.

Mengapa harus menjadi inovator?

Jalan China mengembangkan daya daing produknya melalui kerjasama asing memiliki limitasinya. Ketidakmampuan China untuk mengontrol lintasan teknologi yang mendasar telah mencegah perusahaan China untuk menginisiasi inovasi “new to the world”. Pemerintah kemudian menggeser strategi ekonominya dari mengembangkan dan mengaplikasikan teknologi menuju ke riset-riset dasar, yaitu riset untuk mengembangkan bahan baku utama untuk banyak perusahaan penyedia komponen berkelas dunia. Dukungan pemerintah terhadap inisiasi ini tidak main-main, mulai dari investasi di R&D, set of non-tariff barriers, dan dukungan pemerintah terhadap keutamaan perusahaan domestik melalui “indigenous innovation”.  

Saat ini spending China terhadap R&D sudah menyamai Amerika Serikat, termasuk juga jumlah patennya. Saat ini China sudah memiliki 21% patent application di dunia. Mekera mengembangkan berbagai teknologi 5G dan AI ke dalam sektor manufaktur. Salah satu yang menjadi konsentrasinya adalah mengembangkan AI dalam kendaraan listriknya. Kemampuan industri ini sudah tidak diragukan lagi karena mereka sudah berhasil dengan jaringan kereta cepat, sehingga penerapan AI pada industri kendaraan listrik sangat mungkin untuk bisa menjadi pusat dari produksi kendaraan listrik di dunia.

Seorang inovator memiliki kemampuan untuk menciptakan kebaruan dan melakukan improvement. Meskipun menggunakan modal yang sangat besar dalam menciptakan kebaruan tersebut, inovator selalu dapat menekan unit cost mereka. Karena inovator yang menginisiasi pasar, maka pembentukan harga pun terjadi atas inisiasi mereka. Terakhir, seorang inovator harus selalu ada sehingga teknologi dan bisnis dapat terus berkembang.

About Author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

PANCARONA

Ruangnya para UMKM

Firman Setyaji
Pemilik Usaha Kerajinan Eceng Gondok dari Ambarawa
Nawati
Pemilik Usaha Bank Sampah Dansen Sejahtera di Pontianak

Berlangganan Newsletter Kami !

Dapatkan Artikel Penting dan Wawasan:.

Loading