Thailand merupakan negara yang berhasil memanfaatkan kehadiran foreign direct investment dengan maksimal. Saat ini persentase FDI terhadap GDP Thailand termasuk yang tertinggi di negara-negara ASEAN.
Sumber: World Development Indicator, 2019
Grafik diatas menunjukan persentase net inflow FDI terhadap GDP di beberapa negara ASEAN seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam. Perlu diperhatikan bahwa Indonesia berada di posisi terbawah dengan persentase FDI terhadap GDP sebesar 1,91% dan Vietnam di posisi teratas dengan nilai 6,32%. Persentase FDI terhadap GDP Thailand merupakan cukup volatile dan jatuh ke titik terendahnya 0,66% di tahun 2011, namun Thailand berhasil bangkit dan sekarang nilai indikator tersebut berhasil meraih nilai 2,62% di tahun 2018.
Menurut Board of Investment Thailand, berikut adalah beberapa keunggulan yang dimiliki Thailand dalam menarik investasi. Pertama, Thailand memiliki lokasi yang strategis di jantung ASEAN dan terkoneksi dengan negara yang sedang tumbuh cepat seperti CLMV (Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam). Transportasi menuju India dan China juga mudah diakses dari Thailand dengan keberadaan infrastruktur transportasi kelas dunia sehingga memudahkan perdagangan dan investasi lintas batas.
Keunggulan yang kedua adalah terlibat langsung dalam kerjasama regional dan international. Thialnad telah memiliki perjanjian perdagangan yang bebas tarif dengan 17 negara, termasuk pemain utama di tingkat global seperti Australia, China, Jepang, New Zealand, Korea Selatan, India dan 9 negara ASEAN lainnya.
Sebagai tambahan, Thailand sedang dalam negosiasi untuk berpartisipasi dalam Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Kerjasama RCEP memiliki 45% dari total populasi dunia dengan kombinasi nilai GDP yang mencapai $21,3 triliun dan mencapai 40% dari total perdaganagn dunia. Keunggulan ketiga adalah regulasi dan peraturan yang menfasilitasi para pemain bisnis. Pemerintah Thailand telah melakukan beberapa inisiatif untuk membantu investor dan “merampingkan” prosedur melalui menghilangkan atau menghapus regulasi yang menghambat berjalannya proses bisnis.
Selanjutnya, pada 6 September 2019, Thailand baru saja menerbitkan paket kebijakan yang bernama “Thailand Plus” yang bertujuan untuk menarik investasi asing, khususnya perusahaan yang akan merelokasi usaha perdagangannya sebagai hasil dari perang dagang. Paket kebijakan tersebut terdiri dari 4 kebijakan yaitu memberikan insentif untuk investasi, dukungan pengembangan tenaga kerja berbasis STEM, dukungan investasi untuk automasi dan meningkatkan fasilitasi investasi.
Pertama, mengenai penguatan insentif investasi, pemerintah Thailand menetapkan bahwa proyek dengan nilai minimal US$ 32,26 juta yang didaftarkan ke Thailand Board of Investment (BOI) di akhir tahun 2020 akan mendapat tambahan 5 tahun mengenai pengurangan pajak pendapatan badan sebesar 50%. Investasi tersebut setidaknya diberlakukan pada Desember 2021. Kedua, pengusaha berhak mendapatkan pengurangan beban pelatihan tenaga kerja jika mengadakan pelatihan teknologi tinggi yang didukung oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, Penelitian dan Inovasi dalam rangka melakukan reskilling dan upskilling dari tenaga kerja. BOI juga akan melakukan upgrade skema insentif untuk mendorong industri agar aktif dalam memberikan pelatihan STEM. Ketiga, investasi di sistem automasi akan mendapatkan double deduction untuk menguatkan dan mengakselerasi transformasi dari industri Thailand. Keempat, steering committee investasi yang diketuai oleh Perdana Menteri akan mengkoorinasi berbagai pertimbangan dan fasilitasi dari proyek investasi, khuusnya investasi dengan level yang besar.
Thailand telah merespon dampak dari perang dagang dengan cepat. Paket kebijakan Thailand Plus merupakan bukti dari keseriusan Thailand dalam menarik berbagai perusahaan yang akan melakukan relokasi serta dalam rangka memacu industri teknologi tinggi. Lalu, Indonesia kapan?