Dewasa ini, perubahan iklim dan transisi energi terbarukan menjadi isu yang menyita perhatian para pembuat kebijakan dan akademisi. Perubahan iklim dianggap sebagai sebuah ancaman terhadap stabilitas ekonomi, sosial, dan politik. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya baik dari lokal, nasional, maupun global dalam menangani kondisi tersebut. Hal ini bertujuan untuk melakukan antisipasi terhadap ancaman pemanasan global dan kerusakan lingkungan yang semakin tak terkendalikan (Newell 2021).
Sehubungan dengan hal tersebut, wacana terkait dengan perubahan iklim dan transisi energi terbarukan masih menjadi isu yang erat kaitannya dengan sains dan ekonomi. Kalkulasi terhadap kerusakan lingkungan menjadi dasar perhitungan para ilmuwan ekonomi dan sains dalam mengatasi perubahan iklim dan proyeksi kerusakan yang akan disebabkan. Di sisi lain, ilmu-ilmu sosial seperti Sosiologi, Ilmu Politik, dan Antropologi juga memiliki peran sentral dalam melihat bagaimana individu, masyarakat, dan negara merespon perubahan iklim dan memformulasikan kebijakan yang efektif untuk mengurangi ancaman kerusakan lingkungan (Victor 2015).
Memposisikan ilmu sosial ke dalam arus diskusi perubahan iklim dan transisi energi terbarukan merupakan tantangan yang tidak mudah. Dibutuhkan peran proaktif para intelektual ilmu sosial untuk merumuskan kebijakan, melakukan riset, serta mengembangkan metodologi yang dapat diterapkan secara general. Tentunya ini akan menjadi reformasi besar, karena tuntutan tersebut sangat akut bagi ilmu sosial. Dalam praktiknya, kajian mengenai perubahan iklim dan transisi energi terbarukan dalam bidang sosial masih belum mendominasi wacana di ruang publik. Dalam Sosiologi misalnya, isu perubahan iklim lebih sering diarahkan ke dalam perdebatan gerakan sosial terhadap kedaulatan lingkungan. Oleh karena itu, ilmuwan sosial harus mampu berbicara lebih banyak tentang debat akademik yang berkembang dalam perubahan iklim dan transisi energi.
Tidak berhenti pada itu saja, tetapi juga menghasilkan kajian akademik yang berkontribusi bagi landasan kebijakan yang mampu memitigasi terjadinya transformasi sosial akibat perubahan iklim dan transisi energi terbarukan. Secara umum, upaya ini dapat dieksplorasi secara lebih jauh—Misalnya, tentang bagaimana masyarakat merespon risiko perubahan iklim; bagaimana masyarakat beradaptasi dengan transisi energi terbarukan; bagaimana masyarakat resilien terhadap perubahan iklim dan bencana; bagaimana tindakan kolektif terbentuk untuk beradaptasi dengan perubahan yang terjadi; dan bagaimana kebijakan dapat diimplementasikan secara inklusif dalam merespon perubahan iklim dan transisi energi. Beberapa hal tersebut rupanya dapat menjadi kunci dalam penyusunan kebijakan yang didasarkan pada hasil kajian dengan metodologi yang telah dikembangkan.
TuDitulis oleh MOdam Asdi Artosa pemenang kompetisi artikel Forbil Hunters.