Mengintegrasikan Energi Berkelanjutan dan Manufaktur Baru Melalui Teknologi Jaringan Listrik Pintar
Transisi energi bersih mendapatkan momentum bersama dengan Industri 4.0. Mereka berjalan beriringan, dari daya kritis hingga integrasi sumber energi baru dan koneksi dengan jaringan listrik pintar. Sifat kebaruan Industri 4.0 menawarkan berbagai peluang, terutama di sektor energi terbarukan. Penyebaran sistem energi berkelanjutan dan transformasi industri akan secara signifikan mengubah berbagai aktivitas manusia, termasuk manufaktur.
Sebagai bagian dari upayanya untuk melakukan advokasi tujuan pembangunan berkelanjutan atau sustainable development goals (SDGs), Organisasi Pengembangan Industri Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) menerbitkan laporan berjudul Mempercepat energi bersih melalui Industri 4.0: Memproduksi revolusi berikutnya pada tahun 2017. Laporan ini menggarisbawahi keterkaitan antara keduanya. Masalah penting setidaknya dalam dekade terakhir: bagaimana industri 4.0 akan membantu pencarian kita dalam mencari dan transisi ke energi bersih dan bagaimana energi bersih akan menguntungkan pabrik-pabrik pintar (smart factories) sebagai imbalannya.
Meskipun diinginkan sebagai ideal, penerapan energi bersih memiliki tantangan tersendiri. Untuk yang pertama, UNIDO mendukung penggunaan mini-grid energi bersih yang masih menghadapi berbagai kendala, seperti masalah kelayakan ekonomi, struktur tarif, biaya tinggi, dan ketidakpastian rencana ekspansi. Di masa depan, kemajuan Industri 4.0 diharapkan dapat berkontribusi untuk mengatasi tantangan-tantangan ini.
Selain itu, pabrik-pabrik pintar diharapkan menjadi bagian dari sistem energi berkelanjutan. Sektor industri memegang porsi yang signifikan dari konsumsi listrik di mana ia menyumbang 42,5% dari konsumsi energi global pada tahun 2014 dan didominasi oleh sumber bahan bakar fosil. Laporan tersebut mengusulkan pendekatan untuk mencakup industri masa depan dari sistem energi terbarukan dengan (1) digitalisasi sektor energi, (2) menambah penghematan energi, dan (3) menggunakan energi berkelanjutan di bidang manufaktur.
Digitalisasi sektor energi adalah salah satu kebutuhan di era industri baru yang dapat memiliki dampak luas, terutama dengan tingkat akses digital. Efeknya bisa sejauh perubahan cara manufaktur menyerap dan menggunakan energi atau bahkan perubahan model bisnis itu sendiri, yang lebih terdesentralisasi dan efisien. UNIDO menawarkan opsi implementasi smart grid dan pembangkit listrik virtual (VVP). Smart grids menciptakan sistem catu daya yang lebih fleksibel untuk proses pembuatan dengan memungkinkan penggabungan energi terbarukan ke dalam rencana daya dan memungkinkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memantau dan mengelola sumber-sumber listrik secara efektif untuk memenuhi beragam permintaan pengguna akhir. Sementara itu, VVP memungkinkan agregasi kapasitas energi melalui sistem berbasis cloud yang menggabungkan berbagai sumber daya energi terdistribusi (DER).
Penghematan energi selalu diperbanyak selama manusia terlibat dalam pencarian sumber energi. Dalam hal ini, UNIDO mengakui bahwa melalui optimalisasi teknologi, tujuan ini dapat dicapai. Selain itu, mentransformasikan proses bisnis juga dapat meningkatkan dampak yang diinginkan. Selain rekomendasi yang disebutkan di atas, manufaktur di bawah industri 4.0 didorong untuk membangun sistem penyimpanan energi yang lebih efisien.
Terkait dengan hal ini, Indonesia sendiri sudah mulai mengadopsi teknologi smart gridpada tahun 2012. Dilaporkan bahwa teknologi ini dapat memberikan keuntungan dengan meningkatkan efisiensi energi nasional dengan meningkatkan jumlah pembangkit terbarukan dan unit penyimpanan energi yang terdistribusi dan terintegrasi. Dengan meningkatnya tren transformasi digital di berbagai sektor industri, khususnya dengan tengah berjalannya proyek ketenagalistrikan, ini dapat menjadi peluang bagi Indonesia di masa mendatang. Namun demikian, hingga tahun 2018 ini teknologi ini belum diterapkansecara komersial, meskipun telah dilakukan uji coba.
Hal ini menunjukkan Indonesia telah berada pada arah yang tepat untuk mengembangkan teknologi jaringan listrik pintar. Namun demikian, banyak hal yang perlu dilakukan sebelum proyek ini mencapai tahap komersilisasi. Hal ini terutama penting dengan adanya komitmen Indonesia terhadap pencapaian pembangunan berkelanjutan yang dikemukakan pada Juli 2017 lalu oleh Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) melalui sebuah konferensi pers. Hal ini terkait dengan tujuan SDGs yaitu menjamin akses energi yang terjangkau, andal, bekelanjutan, dan modern.
Hal ini juga berkaitan erat dengan Making Indonesia 4.0, sebuah peta jalan yang dibuat untuk adopsi teknologi mutakhir pada berbagai sektor industri prioritas di Indonesia. Teknologi tersebut termasuk artificial intelligence (AI), augmented reality (AR), setak tiga dimensi (3D printing), dan lain lain. Dengan semakin maraknya adopsi teknologi mutakhir ini, tidak hanya infrastruktur telekomunikasi yang perlu peningkatan, tetapi juga infrastruktur dan kapasitas ketersediaan tenaga listrik.
Industri 4.0 dan kemajuan transisi energi berkelanjutan memiliki lebih banyak atribut bersama daripada yang kita duga. Di satu sisi, mereka sangat dipengaruhi oleh inovasi teknologi dan bergantung pada pengembangan infrastruktur dan kebijakan yang sesuai. Di sisi lain, mereka juga dapat menjadi katalis yang akan datang untuk model bisnis yang inovatif. Hingga saat ini, masih diperlukan kebijakan yang sehat untuk mempromosikan transisi ke sistem energi dan manufaktur yang lebih berkelanjutan secara bersamaan.