Efisiensi Sistem Logistik Nasional untuk Perbaikan Kualitas Ekspor Indonesia

Upaya pemerintah untuk menyelaraskan arus perdagangan serta melakukan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi memerlukan dukungan sistem logistik yang efisien sehingga dapat menekan biaya produk. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional menegaskan bahwa Sistem Logistik Nasional (Sislognas) merupakan salah satu prasarana untuk membangun daya saing produk Indonesia di pasar domestik maupun internasional yang pengembangannya memerlukan koordinasi yang baik antar kementerian.

Logistik sendiri merupakan aktivitas yang pasti ada dan dibutuhkan dalam industri, baik yang berorientasi ekspor maupun lokal. Aktivitas logistik pada industri diantaranya pengadaan bahan baku dan fasilitas produksi, aktivitas penggudangan/penyimpanan, dan aktivitas distribusi produk hingga ke tangan konsumen. Sistem logistik yang efisien harus mampu mengirimkan produk yang sesuai, dalam jumlah yang tepat dengan kualitas yang sesuai, dikirimkan ke lokasi yang benar pada waktu yang tepat dengan harga yang sesuai.

Dalam bukunya—Manajemen Logistik, Garside, A.K dan D. Rahmasari (2017) menyebutkan bahwa bagi sebuah perusahaan, besarnya biaya logistik bisa mencapai 4-30% dari total penjualan dan menempati urutan kedua tertinggi setelah biaya pembelian material. Hingga saat ini dilaporkan bahwa besarnya biaya logistik Indonesia adalah yang tertinggi di Asia, yaitu 24% dari PDB. Negara-negara lain di ASEAN mampu menurunkan biaya logistiknya hingga dibawah 15% dari PDB-nya seperti yang dilakukan Thailand, Malaysia, Filipina, dan Singapura. Artinya, besarnya biaya logistik Indonesia merupakan persoalan yang harus segera diselesaikan untuk bisa mencapai efisiensi sistem logistik nasionalnya. 

Logistic Performance Index

World bank menilai sistem logistik dari masing-masing negara berdasarkan 6 indikator, yaitu customs, infrastucture, international shipments, logistics competence, tracking & tracing,  dan  timeliness. Indonesia hingga tahun 2018 belum mampu menyelaraskan kinerja logistiknya dengan negara-negara industri di Asia. Dibandingkan dengan beberapa negara di Asia yang mengalami perkembangan industri manufaktur cukup pesat, kinerja logistik Indonesia masih tertinggal dibawah Singapura, Jepang, Korea Selatan, China, Thailand, Malaysia, India, dan Vietnam. Indonesia hanya sedikit lebih unggul dibanding Filipina, dengan perbedaan 0.17 skor. 

Dari 6 indikator kinerja logistik, Indonesia memiliki skor timeliness yang cukup baik. Artinya Indonesia sudah mampu mengirimkan produk tepat pada waktunya. Meski begitu, kinerjanya tidak bisa dikatakan baik atau sangat baik karena tidak mencapai skor 4.  Disisi lain, kualitas layanan bea cukai di Indonesia mungkin masih buruk dan perlu peningkatan cukup signifikan karena skornya yang hanya 2.69. Indikator lain yang perlu segera ditingkatkan oleh Indonesia adalah kualitas infrastruktur perdagangan dan transportasi yang skornya hanya mencapai 2.81.  

Menurut Dr. Akhmad Yunani selaku konsultan senior di Supply Chain Indonesia, kunci utama terlaksananya visi dan misi Sislognas yang terintegrasi dan kolaboratif diantaranya, regulasi dan perundangan, manajemen sumber daya manusia, teknologi informasi dan komunikasi, pelaku dan penyedia jasa logistik, infrastruktur transportasi dan perdagangan, serta komoditi penggerak utama. 

Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia patut diapresiasi bahwa ada bentuk keseriusan dari pemerintah untuk melakukan efisiensi sistem logistik Indonesia. Hadirnya Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional pada 2012 serta kebijakan-kebijakan setelahnya, seperti Paket Kebijakan Ekonomi XV tentang Pengembangan Usaha dan Daya Saing Penyedia Jasa Logistik Nasional pada 2017 mungkin telah berhasil meningkatkan kualitas kinerja logistik Indonesia yang awalnya berada diperingkat 75 pada 2010 menjadi peringkat 46 pada 2018.

Disisi lain, Indonesia belum bisa berpuas diri karena dibandingkan negara lain—Asia khususnya, kualitas kinerja logistik Indonesia belum cukup baik. Oleh karena itu, masing-masing kementerian harus terus melakukan improvisasi peningkatan kualitas kebijakan dan layanan, serta perbaikan kualitas fasilitas perdagangan dan transportasi yang diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat akses perizinan, meminimalkan biaya logistik, dan menjaga kualitas produk. Koordinasi juga harus dijalankan dengan baik agar kebijakan yang diambil tidak saling tumpang tindih dan sesuai dengan kebutuhan di lapangan.

Partner Kami