Kalah Saing dari Vietnam

Perang dagang antara China dengan Amerika Serikat telah berakibat pada berpindahnya perusahaan-perusahaan China dari AS menuju negara baru tujuan investasinya. Tercatat oleh World Bank, bahwa selama bulan Juni hingga Agustus 2019, 23 dari 33 perusahaan China telah berpindah ke Vietnam. 10 sisanya lalu memilih Malaysia, Thailand, dan Kamboja sebagai tujuan investasinya. Indonesia sendiri tidak menjadi pilihan investasinya.

Sebelumnya, pada tahun 2017, sebanyak 73 perusahaan asal Jepang memilih Vietnam sebagai negara tujuan investasinya. Sisanya, 42 memilih Thailand, 11 ke Filipina, dan 10 ke Indonesia. 

Di tahun yang sama, jumlah FDI project yang masuk ke Vietnam menempati posisi ke-5 terbesar di negara Asia-Pasifik setelah China, India, Singapura, dan Australia dengan total 219 projects. Sedangkan jumlah penanaman modalnya mencapai USD 20,3 Milyar, terbesar setelah China dan India. 

Berdasarkan ASEAN Invetsment Report, Aliran investasi paling besar datang dari Jepang yang meningkat hingga 139,6 % dari 2016 menuju 2017. Diikuti Korea Selatan dan negara-negara di ASEAN sebagai investor terbesarnya. 

Investasi asing di Vietnam masih didominasi oleh sektor manufaktur senilai USD 8.033 Juta pada 2016 yang meskipun menurun pada 2017 menjadi USD 6.238 Juta, namun masih menjadi sektor primadona untuk investasi. Sektor manufaktur bahkan mendominasi hampir setengah (44 %) dari total investasi yang masuk ke Vietnam. Sektor manufaktur yang menjadi target investasi ini diantaranya industri elektronik, makanan, dan industri otomotif.

Produksi elektronik di Vietnam terus menarik minat investor Asia, seperti perusahaan asal Korea Selatan dan Jepang. Pada 2017, Hanhwa Techwin yang merupakan perusahaan asal Korea Selatan memulai pembangunan dengan biaya investasi senilai USD 100 Juta untuk meningkatkan kapasitas produksi untuk produk keamanannya, seperti kamera CCTV yang diekspor. Pada industri makanan, Ve Wong yang merupakan perusahaan asal Taiwan bekerja sama dengan Kinh Do (perusahaan asal Vietnam) untuk mendirikan pabrik mie instan senilai USD 30 Juta. 

Terjadinya peningkatan permintaan, biaya produksi yang murah, dan tersedianya jaringan produksi lokal mendorong peningkatan investasi di industri otomotif dan komponennya. Tahun 2017, perusahaan suplier komponen otomotif Schaeffler yang berasal dari Jerman memulai pembangunan pabrik barunya untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Hyundai Group, perusahaan asal Korea Selatan bekerja sama dengan Thanh Cong Group sebagai perusahaan lokal untuk memproduksi dan mendistribusikan kendaraan komersial di Vietnam.

Di sektor jasa, investasi dari perusahaan asing di Vietnam juga terlihat adanya peningkatan. Perusahaan asing membuka lebih banyak retail sepanjang tahun 2017-2018, seperti Lotte Mart asal Korea Selatan serta Aeon dan Seven-Eleven yang merupakan perusahaan retail asal Jepang. 

Sedangkan di sektor infrastruktur, perusahaan asal Asia dan Eropa mendominasi investasi di sektor ini. Pada 2017, Modern Energi Management, perusahaan asal Thailand memenangkan kontrak pembangunan sumber tenaga angin komersial pertama yang sedang dibangun oleh Woojin Construction (Korea Selatan), Tra Vinh Wind Power (Vietnam), and Climate Fund Managers (Belanda). 

Hingga pada semester pertama tahun 2019, pertumbuhan penanaman modal asing di Vietnam telah mencapai USD 16,74 Milyar. Angka ini merupakan yang tertinggi dalam empat tahun terakhir. Sebaliknya, Indonesia hanya bisa mencapai USD 14,2 Milyar yang hanya tumbuh 4 %. 

Menurut World
Economic Forum
, ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi vietnam yang begitu pesat ini. Pertama, kebijakan liberalisasi perdagangan yang dilakukan secara konsisten. Kedua, Vietnam secara komitmen melakukan reformasi kebijakan melalui deregulasi dan penurunan biaya untuk memulai bisnis. Dan yang terakhir, Vietnam secara bersungguh-sungguh dan terintegrasi telah banyak berinvestasi untuk meningkatkan kualitas SDM-nya terutama melalui investasi publik.

Partner Kami