Pahitnya Ekspor Gula Indonesia

Saat ini pemerintah Indonesia sedang berusaha untuk meningkatkan ekonomi Indonesia. Ketergantungan terhadap  sumber daya alam untuk mendongkrak pendapatan negara mau tidak mau harus segera dihentikan. Alternatif-alternatif lain harus mulai menjadi pertimbangan untuk dioptimalkan. Selain sektor industri, sektor perkebunan Indonesia juga bisa menjadi akar jika rotan sumber daya alam Indonesia mulai menipis dan tak mampu lagi menjadi penyokong terbesar pendapatan negara dari perdagangan.

Perkebunan Indonesia memiliki potensi yang sangat menjanjikan karena luasnya lahan yang dimiliki. Data BPS pada tahun 2017 sektor perkebunan berkontribusi 3,47% dari total PDB atau senilai 471 triliun. Jika didukung dengan faktor-faktor lain beberapa hasil perkebunan Indonesia bisa menjadi salah satu komoditas ekspor yang menjanjikan. Salah satu komoditas perkebunan yang sekiranya bisa menjadi andalan di masa depan adalah gula yang diproduksi dari tanaman tebu.

Data dari BPS menunjukkan bahwa pada tahun 2017 Luas perkebunan tebu Indonesia adalah sebagai berikut:

Jenis PerkebunanLuas Perkebunan (ribu hektare)
Perkebunan Besar Negara68,55
Perkebunan Besar swasta123,75
Perkebunan Rakyat227,83
Total420,13

Dari total luas lahan tersebut, jumlah produksi gula yang dihasilkan tidak terlalu besar. Pada tahun 2017 produksi gula pasir hanya sebesar 2,19 juta ton, ini menunjukkan tren penurunan dari tahun ke tahun di mana pada tahun 2015 sekitar 2,53 juta ton pada tahun 2016 turun menjadi 2,36 juta ton.

Penurunan produksi ini selain disebabkan oleh penurunan luas wilayah perkebunan juga disebabkan oleh produksi yang sebagian besar masih dilakukan dengan cara tradisional. Selain itu tidak adanya pabrik gula baru membuat Indonesia yang dulu pada zaman Hindia menjadi eksportir gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba sekarang menjadi berada di urutan ke-90 pengekspor gula di Dunia. Nilai ekspor gula dari Indonesia kalah jauh jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Laos berada di urutan ke-73, Vietnam di urutan 62, Malaysia berada di urutan ke-53, dan bahkan Thailand menjadi salah satu raksasa pengekspor gula di dunia dengan menduduki peringkat dua di bawah Brazil.

Nilai Ekspor Gula Indonesia (HS 1701)

TahunNiali Ekspor (US$ ribu)
2014132,466
2015120,918
2016124,309
2017124,856
2018138,451

Sumber: Trademap

Peningkatan nilai ekspor Indonesia  dari tahun ke tahun menunjukkan bahwa gula dari Indonesia diminati oleh negara-negara lain. Peningkatan nilai ekspor ini tidak semanis yang diharapkan. Pertama nilai ekspor Indonesia seperti yang sudah dibahas di atas masih sangat kecil, kedua meskipun jumlah ekspor meningkat, Indonesia masih sangat bergantung kepada Impor untuk memenuhi kebutuhan gula dalam negeri. 

Nilai Impor Gula Indonesia (HS 1701)

TahunNilai Impor (US$ ribu)
20162,090,125
20172,071,970
20181,799,555

Sumber: Trademap

Penurunan Impor dari tahun ke tahun merupakan hal yang positif namun pemerintah harus bergerak lebih cepat untuk meningkatkan produksi gula dalam negeri agar jumlah ekspor lebih besar daripada jumlah impor. Agar ekspor gula Indonesia bisa menguntungkan negara, maka Indonesia harus mengatasi terlebih dahulu jumlah produksi nasional. Karena jika dibandingkan dengan jumlah impor, neraca perdagangannya sangat timpang.

Pemerintah bisa melakukan assistance kepada pabrik-pabrik gula dan perkebunan tebu dengan cara melakukan peremajaan dari segi teknologi misalnya, agar produktivitas meningkat. Saat ini perusahaan swasta yang menjadi tulang punggung Indonesia untuk memproduksi gula karena beberapa perusahaan swasta sudah menggunakan teknologi yang modern dan efisien. Pemerintah juga harus memacu BUMN untuk meningkatkan jumlah produksi gula karena logikanya ketika swasta mampu seharusnya BUMN juga mampu karena memiliki keuntungan sebagai “perusahaan pemerintah”.

Optimalisasi hasil perkebunan Indonesia dalam hal ini gula harus segera dilakukan agar jumlah produksi meningkat. Semuanya tentu harus dilakukan secara bertahap, produksi yang meningkat setiap tahunnya akan membuat Indonesia tidak lagi bergantung pada impor dan bukan tidak mungkin kembali merajai manisnya pasar ekspor gula dunia seperti dahulu kala.

Partner Kami