Saatnya Investasi Menuju Hilir

Perkembangan investasi asing (FDI) di sektor tersier dan primer terus meningkat berbanding terbalik dengan sektor sekunder yang menurun sepanjang 2016-2018. Meskipun sektor sekunder secara keseluruhan menempati urutan kedua, namun 10 bidang usaha utama masih didominasi oleh sektor primer dan tersier, seperti jasa penyedia air, gas, dan listrik; perumahan & perkantoran; transportasi, pergudangan & telekomunikasi; pertambangan; serta perkebunan dan peternakan.

Sumber: BKPM, 2019

Meningkatnya sektor tersier dan primer menunjukkan ketertarikan FDI pada industri jasa dan industri hulu di Indonesia. Hal ini sejalan dengan persepsi investor asing di Indonesia yang lebih tertarik pada kekayaan sumber daya dan potensi pasar yang besar.

Untuk dapat meningkatkan diversifikasi produk melalui hilirisasi sektor primer, Indonesia perlu memanfaatkan spillover dari FDI. Untuk dapat meningkatkan spillover dari investasi asing ke industri dalam negeri, Indonesia perlu menggeser ketertarikan investor asing tidak pada resource seeking dan market seeking lagi melainkan pada efficiency seeking.

FDI yang berdasarkan pada efficiency seeking tidak hanya berorientasi ekspor, melainkan juga sebagai kunci diversifikasi ekspor. FDI ini lebih dari sekedar menjadi sumber modal, menciptakan lapangan kerja baru yang lebih beragam dan dengan produktivitas dan nilai yang lebih besar, namun juga mengarah pada transfer teknologi, meningkatkan R&D dan dapat meningkatkan perekonomian negara. 

Mengapa harus hilirisasi?

Hilirisasi industri artinya menambahkan aktivitas lanjutan dari produk hulu/antara untuk kemudian menghasilkan produk baru yang memiliki nilai tambah lebih tinggi. Adanya hilirisasi secara otomatis akan meningkatkan diversifikasi produk ekspor, secara otomatis pula dapat meningkatkan peran Indonesia dalam rantai nilai global (global value chain) dan memberikan daya tawar bagi Indonesia. 

Keinginan pemerintah untuk melakukan hilirisasi, khususnya pada sektor-sektor unggulan sudah terlihat sejak 2008 lalu sejak diterapkannya Perpres nomor 28 tahun 2008. Beberapa bidang usaha yang kemudian mendapat perhatian adalah industri CPO dan pertambangan mineral. Kebijakan tax allowance dan tax holiday pada industri hilir CPO telah meningkatkan rasio ekspor produk hulu dan hilir menjadi 22:78 pada 2017. Pemerintah juga mendorong investasi di industri biodiesel dengan menerapkan kebijakan biofuel. Di sektor pertambangan mineral, pemerintah telah menerbitkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang kewajiban melakukan hilirisasi melalui industri pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Sayangnya, kebijakan ini terus berganti hingga terakhir diterbitkan 3 peraturan baru pada Januri 2017. Perubahan kebijakan ini mengakibatkan proses hilirisasi industri mineral berjalan lambat. 

Perubahan kebijakan yang mengarah pada pergeseran pola industri dari hulu ke hilir memang diperlukan agar tidak mengganggu keberlangsungan hilirisasi. Dengan begitu, hilirisasi dapat terus berjalan hingga ke produk akhir. Industri berbasis tambang mineral merupakan SDA yang tidak dapat diperbarui, artinya kepastian hukum hilirisasi industri ini menjadi sangat penting untuk memaksimalkan potensi SDA yang ada di Indonesia agar tidak hanya dieksplorasi, melainkan dapat memberikan nilai tambah lebih melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga harus tegas dalam menetapkan kebijakan hilirisasi yang dapat memberikan previlege bagi investor asing sehingga tertarik untuk melakukan investasi di sektor hilir tersebut. 

Dibeberapa negara, FDI dengan efficiency seeking menjadi sarana untuk mendorong industri hilirnya berkembang. Seperti contoh, Honduras telah mendorong light industry dan diversifikasi ekspornya, khususnya pada produk insulated wirehingga ekspornya meningkat dari 0,3% pada 1995 menjadi 8% pada 2014. Contoh lain adalah Mexico yang mendirikan industri aerospace. Produk aerospace yang awalnya terbatas pada tahun 2000 namun terus meningkat hingga pada 2015 mampu mengekspor senilai USD 5 Milyar dan mempekerjakan 31.000 orang dengan 20% pertumbuhan per tahun. Kerja sama antar perusahaan, baik asing maupun domestik telah mendorong pertumbuhan industri dan mempertahankan investasi.

Untuk bisa menuju hilirisasi, kebutuhan akan Iptek, aktivitas R&D dan dana akan sangat besar. Salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah menarik FDI dengan efficiency seeking ke dalam industri ini. Oleh karena itu pemerintah perlu mulai mencari strategi terbaiknya untuk menarik investasi ke sektor hilir. Pemerintah juga perlu membuat aturan atau kebijakan yang bisa menarik spillover dari FDI yang masuk sehingga bukan hanya arus modal yang masuk melainkan juga transfer kualitas SDM, teknologi dan manajemen industrinya. 

Partner Kami