Sumber dari Spillover: Konteks Teori dan Indonesia
Selama ini Indonesia masih terlalu fokus pada “menarik” PMA, namun belum memperhatikan bagaimana dampak dari keberadaan PMA. Lantas untuk mengukur dampak dari PMA dapat diketahui melalui spillover.
Spillover dari PMA dapat dibagi menjadi dua, yaitu horizontal dan vertical spillover. Horizontal spillover dapat terjadi diantara perusahaan yang berada di rantai produksi yang sama, sedangkan vertikal spillover terjadi antara perusahaan dengan hubungan customer-supplier. Secara umum, horizontal spillover dari perusahaan asing ke perusahaan domestik di dalam industri yang sama tidak mudah diobservasi. Hal ini tentunya tidak mengejutkan, mengingat perusahaan asing tidak memiliki insentif untuk melakukan transfer kapabilitas mereka ke kompetitor di industri yang sama, namun perusahaan domestik cenderung meraih manfaat dari peningkatan kapabilitas supplier atau customer.
Linkage antara perusahaan asing dan domestik dapat berupa backward linkage dan forward linkage. Backward linkageartinya dari hubungan dari perusahaan asing ke supplier domestik, sedangkan forward linkage artinya hubungan dari supplier asing ke perusahaan domestik (Rand, 2015) Secara khusus, forward linkage menghasilkan spillover dari perusahaan lokal yang terhubung langsung dengan perusahaan asing, yang artinya menunjukan pentingnya hubungan interaksi antar perusahaan dalam proses transfer pengetahuan (Rand, 2015).
Alasan utama bagi negara berkembang untuk menarik PMA adalah dampak spillover bagi negara penerima PMA. Spillover tersebut berupa difusi pengetahuan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari perusahaan asing ke perusahaan domestik. Difusi tersebut mencakup teknologi dan seluruh pengetahuan yang berkaitan dengan produksi, termasuk praktek manajemen dan kelembagaan dari organisasi. Manfaat tersebut juga dapat diraih pemain lokal dari linking ke jaringan global investor asing. Menurut Bank Dunia (2012) definisi dari spillover mencakup linkages rantai nilai (barang dan jasa), tenaga kerja, pengetahuan, praktek dan teknologi, jaringan, perubahan pasar dan nilai ekspor.
Secara sederhana, saluran transmisi dari spillover dapat terjadi melalui beberapa cara. Pertama melalui efek demonstrasi yang artinya bagaimana perusahaan domestik “mempelajari” best practice dari perusahaan asing melalui imitasi atau replikasi produksi dari perusahaan tersebut. Kedua, mantan pekerja dari perusahaan asing dapat berpindah ke perusahaan domestik atau perusahaannya sendiri, dimana dia telah memiliki kapabilitas pengetahuan yang diraih selama bekerja di perusahaan asing. Ketiga, perusahaan domestik dapat membangun relasi customer-supplier dengan perusahaan asing. Artinya, perusahaan asing membantu perusahaan domestik yang menjadi supplier mereka, sehingga perusahaan domestik mampu memproduksi input yang berkualitas bagi perusahaan asing.
Spillover tersebut tidak dapat datang begitu saja. Tidak sedikit kasus dimana perusahaan asing hanya mengeksploitasi sumber daya negara penerima PMA tanpa menghasilkan spillover. Memahami spillover tidak kalah penting dibandingkan sekadar menarik PMA masuk ke Indonesia. Bank Dunia memiiki framework untuk meraih manfaat penuh dari spillovertersebut. Framework tersebut dibangun dari premis bahwa realisasi spillover PMA dapat diraih melalui potensi spilloverdari investor asing, kapasitas serap pemain lokal baik perusahaan dan pekerja serta interaksi antara kedua faktor tersebut. Semakin baik kapasitas serap dari perusahaan domestik, maka spillover PMA yang akan didapatkan
Menurut Paus dan Gallagher (2008) potensi spillover PMA merupakan necessary condition untuk merealisasikan spillover, namun bukan merupakan sufficient condition. Berikut adalah kerangka berpikir dari peran faktor mediasi dalam merealisasikan PMA spillover
Diagram Teori Spillover PMA
Sumber: Bank Dunia, 2012
Dengan menggunakan data panel perusahaan dari BPS pada periode 1986-1996, Blalock dan Gertler (2009) mencari tahu bagaimana kapabilitas perusahaan lokal meraih manfaat dari teknologi asing. Penelitian Blalock dan Gertler mengukur kapabilitas perusahaan Indonesia diukur melalui tingkat kapasitas serap, senjang teknologi dan sumber daya manusia.
Hasil penelitian Blalock dan Gertler (2009) menunjukan bahwa perusahaan dengan kapasitas serap yang lebih tinggi, kualitas sumber daya manusia yang lebih baik, namun memiliki kompetensi teknologi yang rendah, merupakan penerima manfaat teknologi terbesar dari PMA. Penelitian tersebut tentu mengejutkan karena mengapa kompetensi teknologi yang rendah justru mampu meraih manfaat terbesar dari PMA. Blalock dan Gertler berpendapat bahwa hal tersebut bisa dijelaskan melalui konsep “low hanging fruit”. Konsep tersebut menjelaskan bahwa perusahaan dengan tingkat teknologi yang rendah akan lebih mungkin menerima sebuah proses baru yang dapat memberikan imbal balik yang tinggi dengan biaya yang rendah. Kesimpulan yang tidak kalah penting dari penelitian Blalock dan Gertler (2009) adalah perusahaan dengan tingkat penelitian dan pengembangan serta yang lebih tinggi pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mampu menerima manfaat spillover teknologi terbesar dari PMA.
Selanjutnya penelitian Takii (2005) menunjukan bahwa di Indonesia, semakin tinggi kepemilikan dan besarnya kontrol manajemen dari pihak asing akan meningkatkan insentif bagi perusahaan induk untuk melakukan transfer teknologi. Temenggung (2007) juga menemukan bahwa semakin tinggi tingkat keterbukaan perdagangan dan penanaman modal, maka dampak spillover yang diterima oleh perusahaan manufaktur Indonesia juga semakin besar.
*Artikel ini merupakan bagian dari Mini Ebook Forbil Series dengan judul “Peran BUMN dalam mendorong Spillover Penanaman Modal Asing”.