Kolaborasi Apik Koperasi dan GCG untuk Sawit Rakyat

Indonesia cukup berbangga diri dengan peran pentingnya dalam mencukupi kebutuhan komoditas sawit dunia. Pada 2020 lalu, nilai ekspor komoditas sawit mencapai US$ 22,97 miliar atau setara dengan 55 persen market share global. Nilai ekspor ini naik sebesar 13,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Merespon besarnya pangsa komoditas sawit terhadap perekonomian Indonesia membuat Menteri Koperasi dan UKM menekankan pentingnya konsolidasi para petani sawit selaku sisi hulu dalam industri ini. Konsolidasi yang ditekankan adalah petani sawit berserta lahan-lahan perkebunan sawit yang dimilikinya, hal ini untuk menciptakan kekuatan untuk terhubung dengan mitra-mitra lain dalam rantai produksi sawit. 

Koperasi adalah jenis badan usaha yang dibangun berdasarkan asas utama kekeluargaan. Di Indonesia, penyelenggaraan koperasi berlandaskan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian yang secara eksplisit disebutkan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya melalui kegiatan yang menjunjung nilai-nilai kekeluargaan, menolong diri sendiri, bertanggungjawab, demokrasi, persamaan, keadilan, dan kemandirian. Masalah petani di negara berkembang seringkali dihadapkan pada posisi tawar yang lemah (Malau, 2017), untuk itu salah satu peran koperasi adalah memperkuat posisi tawar petani melalui kerjasama baik di bidang ekonomi maupun sosial (Agustia et al, 2017) termasuk dalam hal ini petani sawit. Luas lahan sawit rakyat mencapai 40 persen pada 2018 dari total seluruh lahan sawit di Indonesia. Sebuah kekuatan yang besar dalam rantai pasokan sawit yang penting untuk ditata dengan organisasi yang baik untuk menjamin kesejahteraan para petani sawit sendiri. 

Pengelolaan koperasi membutuhkan manajemen yang baik, diperlukan sebuah instrumen berupa penerapan prinsi-prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau yang biasa dikenal dengan istilah Good Corporate Gorvernance (GCG). Koperasi sawit diposisikan sebagai badan usaha yang sudah selayaknya menerapkan prinsip-prinsip GCG diantaranya transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan keadilan. Transparansi dalam manajemen koperasi sawit dimaknai sebagai keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan untuk mendukung kebutuhan operasional para petani sawit. Akuntabilitas dimaknai sebagai wujud pertanggungjawaban pengelolaan koperasi oleh pengurus terhadap para anggotanya, bentuknya dapat berupa laporan berkala kegiatan koperasi yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Pertanggungjawaban dimaknai sebagai kesesuaian pengelolaan koperasi sawit sesuai peraturan yang berlaku. Kemandirian dimaknai sebagai profesionalitas pengelolaan koperasi untuk tujuan kesejahteraan petani sawit tanpa adanya benturan kepentingan dari pihak manapun yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan keadilan dimaknai sebagai kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholder koperasi sawit sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati bersama. 

Melalui penerapan prinsip-prinsip tersebut diharapkan terwujudnya koperasi sawit yang dikelola secara profesional, beretika, dan bertanggungjawab untuk mendukung kesejahteraan dan keberlanjutan petani sawit rakyat di Indonesia. Koperasi sawit berperan sebagai jembatan berbagai permasalahan yang kini dirasakan para petani sawit, seperti kesulitan akses modal, akses pengetahuan perkebunan sawit yang baik, dan jembatan masuknya petani sawit dalam rantai produksi komoditas sawit melalui penanganan pasca panen yang tepat.

Partner Kami