Melompat Menuju Metaverse : Bagaimana Peran Metaverse Membantu Melahirkan Ekosistem UMKM yang Kondusif serta Tantangannya
Pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh The Wall Street Giant di Republik Rakyat Tiongkok mencatat bahwa prospek pasar metaverse kurang lebih mencapai angka 4 triliun dolar. Angka tersebut sangat besar karena tidak mencakup seluruh dunia. Lantas apa itu “metaverse” sehingga begitu potensial sehingga korporasi besar seperti Microsoft dan Meta (dulu Facebook) berpartisipasi pada riset bernilai miliar dolar dan dianggap bisa mengdisrupsi kegiatan luring termasuk dalam hal perdagangan.
Di dalam sebuah jurnal berjudul All One Needs to Know About Metaverse: A Complete Survey on Technologal Singularity Virtual Ecosystem, and Research Agenda, metaverse memiliki pengertian sebagai teknologi simulasi berbasis komputer yang menyajikan sebuah konsep ekosistem layaknya dunia nyata. Mudahnya metaverse mirip dengan permainan virtual simulasi di mana masing – masing karakter hidup dan berinteraksi di dalamnya. Yang menjadikan metaverse berbeda adalah teknologi ini kemudian dibangun di atas teknologi blokchain di mana tidak ada sentralisasi server. Layaknya simulasi ekosistem dunia nyata, masing – masing pengguna kemudian bisa melakukan aktivitas dari berdagang, berdiskusi, hingga melakukan perjalanan virtual.
Beberapa proyek metaverse yang cukup terkenal antara lain: Decntralization (MANA) yang menyediakan platform untuk even secara daring, perdagangan, hingga permainan. The Playgorund (SAND) yang menyediakan platform aset digital berupa lahan virtual yang bisa dijual belikan. Hingga Bloktopia (BLOK) yang menawarkan lahan virtual berupa gedung pencakar langit di mana masing – masing pengguna bisa mengadakan even di dalamnya. Lantas bagaimana metaverse yang juga masuk ke dalam pembahasan di G20 kemudian bisa membantu melahirkan ekosistem UMKM yang kondusif?
Untuk membedah hal ini kita harus belajar dari Korea Selatan melalui proyek bernama Seoul Vision 2030 Plan (SV2030). SV 2030 pada dasarnya lahir dari permasalahan yang lahir saat Pandemi Covid-19 di mana terjadi banyak sekali pelanggaran protokol Covid-19 dan keterbatasan lahan yang ada. Atas dasar inilah Pemerintah Metropolitan Seoul kemudian menginisiasi sebuah proyek di mana masyarakat bisa mengakses layanan publik dan konsultasi publik bahkan acara – acara yang ada hingga sekolah melalui sebuah platform virtual tanpa harus kehadiran secara fisik. Masyarakat kemudian hanya cukup menggunakan perlatan virtual reality untuk bisa masuk ke dalam platform kota digital. Proyek ambisius ini bahkan mendapatkan pendanaan dari The South Korean Capital sebesar 2,8 miliar dolar.
Melalui proyek ini kita kemudian bisa melihat bahwa kehadiran teknologi virtual seperti metaverse mempunyai banyak sekali manfaat khususnya dalam hal pelayanan publik hingga meningkatkan pemasaran produk. Contoh dalam pelayanan publik untuk UMKM, melalui metaverse, para pelaku usaha kemudian bisa berinteraksi layaknya datang ke kantor layanan publik sehingga diharapkan koreksi – koreksi yang terjadi pada sistem digital untuk UMKM kemudian teratasi karena efektifnya dan efisiennya proses interaksi jika ditemukan kesulitan selama proses pelayanan publik. Tidak ayal ada beberapa institusi perbankan di Indonesia yang mulai melakukan investasi di metaverse. Selain daripada membantu pelayanan jauh lebih praktis, terdapat dua hal yang sangat strategis bagi metaverse sehingga bisa bermanfaat bagi UMKM, dua hal tersebut adalah Value Creation dan Eksosistem Bisnis, hal – hal tersebut kemudian dijabarkan di tabel di bawah ini.
Dampak Positif | Dampak Negatif | |
Value Creation | Ekosistem Bisnis | Risiko |
Efisiensi Operasional | Menciptakan Konsolidasi dan Penciptaan Persaingan oleh Kompetitor Baru | Semakin Besarnya Ketidaksetaraan |
Pembuatan Keputusan yang Lebih Efektif | Menciptakan Konsolidasi dan Penciptaan Nilai Melalui Proses Disitermediasi dan Re-Intermediasi | Mengurangi Kompetisi antar Pelaku Usaha |
Konektivitas antar Lini yang Lebih Baik | Ekosistem Harga yang Murah | Terkonsentrasinya Akumulasi Ekonomi pada Pelaku Usaha Besar |
Melahirkan Konsep Bisnis Baru | Adaptasi untuk Menciptakan Model Bisnis Baru |
Tabel 1 Dampak Positif dan Negatif Ekonomi Digital
Namun dibalik potensi tersebut terdapat tantangan sebagaimana metaverse adalah bagian dari disrupsi digital, Berdasarkan Economic Comission for Latin America and The Caribbean mencatat faktor – faktor yang menjadi tantangan antara lain:
Aspek Pengetahuan | Aspek Akses | Aspek Pengaplikasian | Aspek Transformasi |
Ketiadaan alat – alat | Kekurangan akses pembiayaan | Kurangnya infrastruktur digital | Teknologi terlalu mutakhir |
Pelaku usaha beranggapan bahwa digitalisasi tidak relevan dan tidak memberikan manfaat siginfikan | Penyedia teknologi yang terjangkau | Kurangnya sumber daya manusia yang bisa mengaplikasikan | Kurangnya sumber daya manusia untuk pengembangan |
Peraturan yang memfasilitasi akses | Kebiasaan dalam operasional | Sifat dan struktur organisasi yang tidak adaptif terhadap digitalisasi | |
Terlalu mutakhirnya permintaan | |||
Penggunaan data yang bersifat digital dalam skala besar | |||
Ketahanan sistem-siber |
Tabel 2 Faktor – Faktor yang Menjadi Tantangan Ekonomi Digital (ECLAC, 2021)
Melihat bagaimana perkembangan invstasi metaverse dan potensi dari teknologi tersebut, sudah seharusnya metaverse kemudian dipertimbangkan sebagai salah satu varian dari teknologi digital yang bisa dimanfaatkan lebih besar lagi dari mulai pelayanan publik hingga penciptaan ekosistem, namun kita juga tetap harus melihat tantangan – tantangan yang ada untuk kemudian bisa diatasi.