Energi Terbarukan: Yang Membawa Misi Penyelamatan dan Kesejahteraan

Masih hangat di dalam ingat kejadian kebocoran pipa milik Pertamina yang berada di kedalaman 20 mdpl. Kejadian yang terjadi di area Teluk Balipapan pada Maret 2018 ini mengakibatkan kebakaran hebat (yang menewaskan dua manusia) dan merusak ekosistem laut (yang menewaskan banyak biota laut). Dilansir dari BBC Indonesia dan Suara, kerugian yang diderita akibat bencana tersebut sekitar USD 8,27 miliar. Kisaran kerugian ini dihitung berdasarkan kerusakan mangrove dan ekosistem laut di wilayah terdampak yang hampir menyentuh angka 20 kali lipat Stadion Gelora Bung Karno.

Atas dasar fakta tersebut, dibutuhkan pemanfaatan energi baru terbarukan yang lebih ramah lingkungan⸻bahkan bisa menjanjikan kesejahteraan. Beberapa energi baru terbarukan yang dapat dikembangkan oleh Indonesia adalah tenaga air, tenaga angin, tenaga surya, dan tenaga bioenergi. Berdasarkan Statistik Ketenagalistrikan tentang potensi dan kapasitas terpasang energi baru terbarukan di Indonesia pada tahun 2016, ditunjukkan bahwa masih banyak potensi yang masih belum dimanfaatkan. Misalnya saja tenaga surya yang memiliki potensi sebesar 207.898 MW, namun kapasitas yang terpasang masih sebesar 16.02 MW. Begitu juga tenaga bioenergi yang memiliki potensi sebesar 32.654 MW, namun kapasitas yang terpasang masih sebesar 36 MW. 

Kabar baiknya, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh databoks, pada tahun 2021 indeks transisi energi Indonesia menempati posisi keenam dalam lingkup Asia Tenggara. Pada akhirnya, energi baru terbarukan inilah yang diharapkan mampu menuntaskan misi penyelamatan sekaligus kesejahteraan. Mempercepat transisi energi dari berbahan bakar fosil (baik batu bara maupun minyak bumi) menuju energi baru terbarukan (EBT) dapat menurunkan polusi udara, khususnya yang berbahaya ketika dihirup oleh manusia. Selain itu, pembangkitan EBT membuat para industri menengah-kecil turut berpartisipasi. 

Hal ini disebabkan oleh skala PLT EBT yang lebih kecil dari PLTU, sehingga memiliki cakupan partisipasi yang lebih luas bagi berbagai pelaku usaha. Lebih dari itu, PLT EBT memang cocok dikembangkan di daerah terluar, terdepan, dan tertinggal. Dengan biaya yang lebih ekonomis daripada PLT berbahan bakar fosil sekaligus mampu menjangkau daerah 3T dalam pemerolehan listrik yang andal sekaligus terjangkau, PLT EBT dapat mendukung program elektrifikasi nasional yang ditargetkan tuntas pada tahun 2024.

Ditulis oleh Akhmad Idris pemenang kompetisi artikel Forbil Hunters.

Partner Kami