Belajar dari Negerinya Para Oppa

Korea Selatan, yang saat ini menjadi negara impian bagi sebagian orang terutama kebanyakan K-Popers karena kesuksesan K-Waves melalui K-Pop music, K-Drama, K-Movie, dan hiburan lainnya yang berhasil menarik perhatian hampir seluruh dunia. Selain kesuksesan K-waves, ada apa lagi yang menarik dari Korea?

Korea Selatan menjadi salah satu negara Asia yang berhasil keluar dari middle income trap dengan memperkuat GDP-nya melalui penguatan sektor industri berorientasi ekspor. Total ekspor Korea selama tahun 2018 sebesar USD 605,2 milyar yang menyumbang 28,3% GDP. Angka tersebut merupakan hasil kenaikan sebesar 5,6% sejak tahun 2014. Pasar ekspor terbesar Korea adalah negara-negara Asia dengan penjualan sebesar 67% atau 2/3 dari total ekspor Korea Selatan.

Adapun produk yang menjadi primadona ekspor Korea, diantaranya Mesin dan Peralatan Listrik; Permesinan termasuk Komputer; Kendaraan; Mineral termasuk Minyak; Plastik;  Peralatan Optik, Teknik, dan Medis; Bahan Kimia Organik; Besi-Baja; Kapal; serta Barang dari Besi atau Baja. Beberapa perusahaan besar dikorea seperti LG Electronics, Samsung Electronics, Lotte Chemical, Hankook Tire, dan Hyundai Motor juga telah mengekspansi produk-produk mereka hingga banyak tersebar di Indonesia. Perusahan-perusahaan tersebut juga sudah banyak berinvestasi di Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi Korea Selatan diawali setelah berakhirnya perang dengan Korea Utara pada 1950-1953. Korea Selatan berhasil masuk ke dalam jajaran negara maju dengan peningkatan koneksi global dan industri high-technology. Pada awal pertumbuhan perekonomiannya sekitar 1960-an, Korea Selatan berada dalam posisi sejajar dengan negara-negara termiskin di dunia. Korea mencoba membangun perekonomiannya dengan menggeser industri pertanian tradisional ke industri berorientasi ekspor sebagai negara industri baru. Hingga pada 2004, Korea Selatan bisa mengejutkan dunia dengan perolehan GDP yang mencapai USD 1 milyar.

Pada tahun 1967, pemerintah Korea mulai merombak sistem kontrol impornya yang menghasilkan penurunan kuota impor dan selanjutnya pada tarif impor. Di sisi lain, pemerintah juga memberlakukan kebijakan industri yang diperuntukkan bagi industri baru dan industri ekspor dengan menurunkan dan dispensasi pajak serta pemberian pinjaman istimewa. Pemerintah juga terus mendorong proses penyimpanan dan investasi daripada konsumsi, menjaga upah tetap rendah, dan mengarahkan sumber daya yang ada untuk dijadikan industri berorientasi ekspor. Hasilnya, Korea berhasil melakukan efisiensi sumber daya  yang berdampak pada peningkatan daya saing industri ekspornya.

Melompat, hingga tahun 1980-an, kinerja ekonomi Korea Selatan selalu mengalami perbaikan. Hal ini didukung dengan berkembangnya ekspor hingga ke produk-produk hilir, seperti ekspor barang-barang elektronik dan automobile yang merupakan output dari industri high-tech.

Mengelola Industrialisasi dan Perluasan Ekspor

Dalam mengawali proses industrialisasinya, Korea menyadari bahwa manusia merupakan sumber daya yang paling bernilai. Untuk menciptakan SDM berkualitas, Korea mempromosikan berbagai program pendidikan dan pelatihan ke seluruh segmen masyarakatnya. Ada tiga industri yang menjadi batu loncatan proses industrialisasi di Korea, yaitu industri tekstil, pakaian, dan alas kaki yang merupakan low skilled and labor intensive industry. Selanjutnya, pengembangan sektor industri baru dimulai dengan mengimpor peralatan dan teknologi  yang diikuti dengan proses redesain, restyling, dan menambahkan aspek kenyamanan yang bisa memuaskan pasar ekspornya. Proses industrialisasi di Korea mengintegrasikan dengan baik antara global value chain dengan kebijakan produksi ekspornya sehingga dapat beradaptasi dengan permintaan dunia. Industri Korea dapat meningkatkan daya saingnya dengan menggabungkan input lokal dengan impor barang modal.

Mengimpor Teknologi untuk Industrialisasi

Cara Korea untuk bisa memperoleh teknologi adalah dengan memaksimalkan keunikannya dengan mendorong pengembangan teknologi lokal disaat yang sama ketika mengimpor teknologi dari luar. Hal terpenting dalam mengimpor teknologi adalah kemampuan lokal untk bisa memodifikasi dan mengadaptasi teknologi asing tersebut—negara harus bisa menciptakan caranya sendiri dalam menggunakan teknolgi dan barang modal.

Pendidikan dan penerapan hasil penelitian, serta perusahaan ventura yang kooperatif turut memfasilitasi dan mengembangkan proses penyebaran teknologi di Korea. Korea percaya bahwa suatu negara tidak boleh bergantung pada teknologi asing tanpa mengembangkan pusat R&D nya sendiri, jika tidak maka negara hanya akan memperdalam tingkat ketergantungan, pemborosan, dan ketidakberdayaan. 

Pertumbuhan ekonomi Korea pernah mengalami perlambatan secara berangsur-angsur pada tahun 1990-an ketika ekonomi Korea sudah matang, sehingga perekoniam Korea masih cukup kuat untuk masuk ke dalam anggota OECD pada tahun 1997. Kebijakan ini juga mendorong munculnya para chaebol—perusahaan keluarga, seperti Daewoo, Hyundai, dan Samsung yang tetap bisa bertahan meskipun terjadi gejolak politik pada 1980-an dan 1990-an. Ditahun-tahun selanjutnya, Korea mencoba memperluas jaringan perdagangan dengan berbagai negara untuk meningkatkan ekspornya dan telah memiliki 16 perjanjian perdagangan besar dengan 58 negara termasuk US dan China.

Belajar dari Korea Selatan

Indonesia yang saat ini terjebak dalam middle income trap sedikit banyak dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilakukan Korea Selatan. Beberapa hal yang bisa diaminkan diantaranya, kesadaran bahwa investasi sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam peningkatan ekonomi suatu negara sehingga penting bagi negara untuk memastikan kualitas pendidikan dan pelatihan SDM Indonesia. Kemudian bahwa industrialisasi yang berfokus pada ekspor dan high-technology merupakan alternatif peningkatan ekonomi yang berkontribusi besar terhadap GDP Korea Selatan, maka fokus pada peningkatan industri ekspor dan hig-tech menjadi penting untuk dipilih Indonesia saat ini. Indonesia harus lebih awas terhadap kemungkinan deindustrialisasi yang bisa saja terjadi jika tidak diimbangi penerbitan kebijakan industri yang mendukung dan pemenuhan berbagai fasilitas industri yang dibutuhkan.

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *