Disrupsi Teknologi pada Bisnis dan Industri

Perkembangan teknologi secara langsung maupun tidak langsung telah mengakibatkan disrupsi di tengah kehidupan masyarakat, salah satunya di sektor industri dan bisnis. Industrialisasi bertransformasi mulai dari generasi pertama hingga saat ini menjadi kebutuhan untuk beralih ke industri 4.0 yang diyakini mampu meningkatkan efisiensi dan revenue perusahaan, kemudian direspon oleh Jepang yang lebih luas lagi mempelopori society 5.0. Hal tersebut menjadi bukti dari berkembangnya teknologi digital, seperti AI, big data, cloud computing, dsb.

Riset dari BCG menunjukan adanya perubahan tren perusahaan dengan market share terbesar di dunia. Satu dekade yang lalu, pasar didominasi oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor energi, retail, dan jasa perbankan seperti PetroChina (minyak dan gas), Exxon Mobil (minyak dan gas), ICBC (perbankan), Walmart (retail), CCB (perbankan), dsb. Hanya 2 perusahaan teknologi yang masuk ke dalam daftar 10 perusahaan top dunia dalam hal market capitalization, yaitu Microsoft dan Alphabet. Kemudian pada 2019, 7 perusahaan teknologi telah menggeser sebagian besar perusahaan di sektor lama tersebut. Perusahaan teknologi seperti Apple, Microsoft, Alphabet, Amazon, Facebook, Alibaba, dan Tencent menjadi perusahaan dengan market value terbesar pada tahun 2019.  

Sejalan dengan perkembangan teknologi, yang semakin masif dan terjangkau seperti halnya smartphone memungkinkan adanya tren baru di 2020-an. AI diprediksi menjadi teknologi yang akan semakin memainkan peran besar dalam bisnis dan industri, juga diikuti dengan berkembangnya augmented dan virtual reality. Oleh karena itu, transformasi digital menjadi hal yang penting untuk dilakukan oleh industri saat ini agar bisa bertahan bahkan menjadi pemenang dalam kompetisi global.

Memanfaatkan teknologi digital ke dalam industri dan sektor bisnis bukan sekedar mengadopsi teknologi tersebut ke dalam sistem bisnis maupun operasionalnya, perusahaan juga perlu mempertimbangkan kapasitas manusia sebagai user dan inovator dalam penggunaan dan pengembangan teknologi digital tersebut. Disamping SDM, perusahaan juga perlu memodifikasi model bisnisnya agar sesuai dengan kebutuhan pasar, semakin efisien, dan selalu inovatif. Inovasi diyakini sebagai kunci dalam mempertahankan dan meningkatkan daya saing perusahaan. Belajar dari Kodak dan Fujifilm yang sama-sama berjaya pada 1980-90an, keduanya terdistraksi dengan hadirnya kamera digital yang menawarkan kemudahan bagi usernya. Jika Fujifilm berhasil bertahan karena inovasi yang terus dilakukan, maka lain kisah dengan Kodak yang mengalami kebangkrutan salah satunya karena gagal dalam berinovasi.

Disisi lain, berkembangnya teknologi kecerdasan digital seperti AI sudah memasuki paradigma baru dimana teknologi bukanlah mengganti peran manusia melainkan berperan sebagai pembantu manusia. Istilah Intelligence Augmentation (IA) telah menggantikan Artificial Intelligence (AI), sehingga perusahaan harus mampu memanfaatkan teknologi tersebut untuk meningkatkan kapabilitas talentanya. IA atau juga dikenal dengan Intelligence Amplification melibatkan manusia dan mesin untuk bekerja sama dengan memanfaatkan keunggulan masing-masing dalam pengambilan keputusan dalam bisnis sehingga bisa mencapai keuntungan yang lebih tinggi. Hal ini yang juga coba dilakukan oleh IBM dengan Watson cognitive system.

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *