Sektor manufaktur merupakan sektor yang paling berkontribusi terhadap perekonomian Indonesia. Data menunjukan bahwa industri pengolahan berkontribusi lebih dari seperlima perekonomian Indonesia. Namun, perlu diperhatikan bahwa kontribusi tersebut terus menurun, dari 21,97% di tahun 2012 menjadi 20,66% kuartal-II di tahun 2019. Penurunan kontribusi tersebut tentu wajib menjadi perhatian seluruh pihak
Sumber: BPS, 2019 diolah
Pertumbuhan industri manufaktur juga menunjukan tren yang menurun. Di tahun 2011 pertumbuhan sektor manufaktur mencapai 6,26% dan menjadi 4,27% di tahun 2018. Bahkan pada periode 2014 sampai 2018 rata-rata pertumbuhan manufaktur hanya sekitar 4,5%. Analisis faktor-faktor yang menghambat perusahaan manufaktur perlu dilakukan untuk kembali memacu pertumbuhan industri manufaktur.
Salah satu bagian dari laporan ADB dan Bappenas yang diterbitkan tahun 2019 dengan judul “Policies to Support the Development of Indonesia’s Manufacturing Sector during 2020–2024” fokus membahas mengenai hambatan bagi pertumbuhan sektor manufaktur di Indonesia. Data yang digunakan di dalam analisis hambatan tersebut berasal dari World Bank Enterprises Survey (WBES), Indeks kemudahan berusaha dari World Bank dan Survei monitoring iklim investasi 2004.
Beberapa studi menunjukan bahwa indikator iklim investasi merupakan determinan penting dan signifikan dari performa perusahaan, dimana iklim investasi yang baik dapat meningkatkan produktivitas perusahaan manufaktur, tingkat gaji, tingkat keuntungan, pertumbuhan otuput, penyerapan tenaga kerja dan stok modal (Dollar, Hallward-Driemeier, and Mengistae,2005). Biaya untuk memasuki pasar yang lebih rendah dan informasi kredit yag lebih baik berkontribusi dalam memperluas sektor UMKM (Ayyagari, Beck, and Demirgüç-Kunt, 2007). Berikut adalah beberapa hasil studi mengenai hambatan dari pertumbuhan perusahaan manufaktur
Penulis (Tahun) | Temuan Utama | Country Coverage |
Pagés, Aterido, and Hallward Driemeier (2007); Aterido, Hallward Driemeier, and Pagés (2009) | Iklim bisnis berpengaruh signifikan terhadap berbagai ukuran perusahaan dan memiliki hubungan nonlinear dengan dampaknya ke pertumbuhan pekerjaan | 85 Negara berkembang dan 5 Negara maju |
Dinh, Mavridis, and Nguyen (2010) | Akses ke keuangan merupakan hambatan utama dari perusahaan. Perusahaan yang tumbuh lebih cepat jika melakukan ekspor merupakan bagian dari entitas usaha asing | 98 Negara |
Beck, Demirgüç-Kunt, and Maksimovic (2005) | Perkembangan aspek keuangan dan institusi melemahkan efek dari hambatan keuangan, legal dan korupsi | 54 Negara |
Survei dari WBES di tahun 2015 praktek sektor informal, ketidakstabilan politik dan tingkat pajak merupakan hambatan utama dalam menjalankan usaha bagi 57% perusahaan manufaktur Indonesia, dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan tahun 2009. Terdapat perubahan persepsi dari para pelaku usaha dimana hambatan usaha tidak lagi elemen mendasar di dalam bisnis seperti akses kepada listrik atau akses kepada keuangan, namun lebih kepada faktor kualitas pemerintah dan regulasi seperti ketidakstabilan politik, tingkat pajak dan regulasi perdagangan dan kepabeanan (ADB dan Bappenas, 2019).
Hasil estimasi dari ADB dan Bappenas (2019) menujukan bahwa faktor bottleneck infrastruktur seperti kelistrikan, faktor institusi seperti kriminalitas, ketidakstabilan politik dan korupsi, akses terbatas keapda lahan dan beban regulasi serta pendaftaran usaha berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan penjualan dari perusahaan manufaktur. Studi tersebut memberikan pelajaran penting agar mampu menelaah faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dari perusahaan manufaktur.