Teknologi berkembang dengan sangat pesat di seluruh dunia. Untuk mendapatkan teknologi yang mampu mengantarkan Indonesia menjadi pemenang, salah satu alat yang digunakan adalah R&D. Namun, di dunia yang saling terhubung, R&D yang paling efektif bukan sekadar berada di laboratorium, melainkan menjelajahi bagaimana dunia di luar laboratorium bekerja. Terdapat banyak informasi di dunia luar dan perusahaan sadar bahwa ada nilai dari informasi tersebut, namun perusahaan sendiri tidak banyak menghabiskan waktu untuk mengolah berbagai data dan informasi. Perusahaan sendiri lebih fokus menggunakan data internal dibandingkan data eksternal.
Yang dimaksud dengan data internal adalah informasi dari dalam perusahaan sendiri seperti operasi, tenaga kerja, keuangan dan maintenance, sedangkan data eksternal merupakan data yang berasal dari luar perusahaan seperti data mengenai teknologi kompetitor maupun data konsumen (worthwhile, 2017). Terdapat beberapa statistik menarik yang menunjukan bahwa perusahaan masih fokus pada data internal dibandingkan data eksternal. Menurut survei dari Clutch (2016) selama satu minggu R&D profesional dari suatu perusahaan (ilmuwan dan insinyur) menghabiskan waktu selama 5,5 jam untuk mengumpulkan dan menyatukan berbagai informasi dan sebanyak 4,7 jam digunakan untuk menganalisis informasi tersebut (Industryweek, 2008). Kedua, ketika Business intelligence (BI) menganalisis data, analis dari BI fokus pada menggunakan data internal dari perusahaan (70%), sistem bisnis data (59%) dan data terstruktur (58%).
Hal ini tidak hanya terjadi di kalangan analis, peneliti maupun ilmuwan, namun juga dari para atasan di suatu perusahaan. Bahkan para atasan dari perusahaan justru fokus mengambil keputusan dengan menggunakan intuisi dan kurang memahami mengenai dinamika industri maupun teknologi. Studi dari Gartner pada 2020 menunjukan bahwa lebih dari 95 persen pemimpin bisnis akan terus untuk melanjutkan pengambilan keputusan yang berbasis intuisi dan hasilnya akan meremehkan berbagai risiko pada bisnisnya secara signifikan. Laporan Mckinsey (2015) menunjukan pada hanya 16 persen dari board yang “fully understand how the industry dynamics of their industries were changing”.
Para pengambil kebijakan penting di suatu perusahaan juga harus membangun paradigma yang menunjukan pentingnya untuk memanfaatkan data dari pihak luar, tidak hanya bergantung pada laporan triwulanan, review audit, anggaran maupun kepatuhan. Menurut Marc Ventresa dari Associate Professor of Managerial Strategy dari Oxford University, kebanyakan informasi yang digunakan merupakan data internal dan backward-looking, padahal data eksternal mampu memberikan berbagai insight yang mampu menghasilkan keunggulan yang berkelanjutan dan penciptaan nilai yang mampu bertahan lama.
Sumber: Outside Insight, 2020
Paradigma lama fokus pada berbagai laporan yang dipresentasikan oleh pendiri perusaahaan, sedangkan paradigma baru fokus pada akses kepada pihak ketiga dengan menggunakan competitive intelligence dengan pengambilan keputusan yang berbasis pada data (data-driven decisions). Hal penting yang perlu diperhatikan pada paradigma digital baru adalah pentingnya bagi para pengambil keputusan di suatu perusahaan untuk memahami dinamika pasar secara real time.