Penerapan Substitusi Impor di Indonesia

Indonesia pernah mengimplementasikan beberapa kebijakan industri, termasuk kebijakan substitusi impor. Berikut adalah beberapa ringkasan kebijakan industri yang pernah dilakukan Indonesia oleh Hill (1995) dan Kuchiki (2007) dalam laporan ADB dan Bappenas (2019):

Tabel Penerapan Kebijakan Substitusi Impor Indonesia

PeriodeKarakteristik
Pertengahan 1960-an sampai Pertengahan 1970-anTahap pertama dari kebijakan substitusi impor (1966-1973) merupakan kebijakan untuk menarik foreign direct investment sektor terpilih melalui preferential treatment yang diberikan untuk investor asing di industri terpilih. Lebih dari 40 sektor industri tidak dapat menerima investasi asing.
Pertengahan 1970-an sampai akhir 1970-anKenaikan harga minyak di tahun 1973 memiliki implikasi penting bagi Indonesia untuk melaksanakan kebijakan substitusi impor tahap kedua (1974-1979). Pemerintah memberikan perlindungan yang intensif kepada industri domestik, memperluas jangkauan regulasi investasi asing dan menasionalisasi perusahaan yang terafiliasi dengan asing.
Akhir 1970-an sampai Awal 1980-anTahap selanjutnya dari kebijakan substitusi impor (1973-1983) adalah usaha pemerintah untuk menasionalisasi 52 industri mendasar seperti industri petrokimia, kimia dasar, baja, pembangunan kapal, industri luar angkasa dan mobil, namun rencana ini tidak berlanjut di tahun 1981.
Pertengahan 1980-an sampai dan selanjutnyaDevaluasi rupiah di tahun 1979, 1983 dan 1986 membawa Indonesia untuk mengimplementasikan kebijakan promosi ekspor, dengan didorong oleh structural adjustment yang direkomendasikan International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia. Deregulasi juga dilaksanakan di seluruh sektor perekonomian Indonesia.   Pemerintah memperkenalkan Repelita IV (Rencana Empat-Lima Tahun, 1984-1989), a state-led industrialization ini dibiayai pendapatan dari Minyak. Rencana ini tidak berlanjut di tahun 1986. Export Processing Zones mulai dibangun di tahun 1986 dan 1992 dimana Pemerintah mengizinkan pendirian perusahaan asing di beberapa area yang terbatas, meskipun tanpa dukungan keuangan. Perusahaan dengan kepemilikan asing diizinkan beroperasi sepenuhnya dari tahun 1994 sampai seterusnya

Indonesia pada tahun 1970-an sampai awal 1980-an telah menerapkan kebijakan substitusi impor di sektor manufaktur, pertama di barang konsumsi dan kedua di barang setengah jadi (Pangestu et al., 2015). Pada periode tersebut, pemerintah fokus untuk membangun industrialisasi alat berat melalui peningkatan tarif dan lebih penting lagi hambatan non tarif. Saat ini Indonesia memang memiliki rezim perdagangan yang lebih terbuka dan kompetitif, namun kebijakan substitusi impor tetap menjadi opsi kebijakan untuk mengembangkan sektor manufaktur. Beberapa kebijakan yang baru diterbitkan selama beberapa tahun terakhir konsisten dengan strategi industrialisasi berbasis substitusi impor. Sebagai contoh, Indonesia baru menerbitkan kebijakan perdagangan (UU No 7, tahun 2014) dan perindustrian (UU No 3, tahun 2014) yang menandai pergeseran ke arah kebijakan perdagangan yang inward-looking serta kebijakan industri yang lebih protektif (Wihardja dan Negara, 2015).

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *