Perang Dagang AS China: Masalah Indonesia Anugerah Vietnam

Neraca perdagangan Indonesia agaknya masih akan mengalami defisit untuk beberapa waktu ke depan. Faktor eksternal dan internal yang masih mengganggu performa dagang Indonesia menjadi penyebab Indonesia kesulitan untuk menggeliat dan lepas dari jeratan defisit ini. Faktor eksternal seperti perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok menjadi salah satu faktor yang sedikit banyak mengganggu perdagangan Indonesia. Perang dagang antara dua negara besar ini sepertinya sudah tidak bisa terus menerus dijadikan kambing hitam atas melemahnya performa perdagangan Indonesia.

Perang dagang yang terjadi memang berdampak terhadap perdagangan dunia. Tapi dampak yang dihasilkan tidak melulu adalah dampak negatif. Vietnam merupakan negara yang berhasil mencuri kesempatan dalam kesempitan. Terbukti selama perang dagang berlangsung, ketika total nilai ekspor Indonesia tidak berkembang secara signifikan, Vietnam berhasil memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan ekspornya dengan pesat dan bahkan mengungguli Indonesia sejak tahun 2015.

Sumber : Internasional Trade Center

Pada tahun 2014 nilai ekspor Indonesia masih berada di atas nilai ekspor Vietnam, tapi sejak tahun 2015 hingga 2018 Vietnam terus mengalami peningkatan yang sangat drastis sehingga berhasil mengungguli Indonesia di tahun 2015 dengan margin yang semakin besar dari tahun ke tahun.

Meningkatnya ekspor Vietnam ini tidak lepas dari keberhasilan mereka mengembangkan industri manufakturnya. Mahalnya bea masuk produk Tiongkok  ke Amerika Serikat dan sebaliknya membuat importir dari Amerika Serikat mengimpor dari Vietnam karena adanya kemiripan produk Tiongkok dengan Vietnam. Selain itu Tiongkok juga meningkatkan investasi ke Vietnam untuk memproduksi berbagai produk sebagai salah satu cara untuk menghindari dampak dari perang dagang dengan Amerika Serikat. Periode Januari-Mei 2019 investasi Tiongkok ke Vietnam naik 456% menjadi US$ 1,6 miliar dari periode yang sama tahun 2018 yang hanya mencapai US$280,9 juta. Tiongkok telah mengungguli negara seperti Jepang dan Korea Selatan sebagai investor terbesar untuk Vietnam.

Perang dagang ini kurang memberikan keuntungan kepada Indonesia disebabkan karena sektor ekspor Indonesia masih sangat bergantung kepada komoditas. Komoditas seperti kayu dan minyak tidak bisa menjadi tulang punggung untuk meningkatkan nilai ekspor karena harganya yang fluktuatif. Selain itu akibat perang dagang ini juga jumlah ekspor komoditas menjadi terganggu karena kurangnya impor oleh  Tiongkok sebagai salah satu pengimpor komoditas terbesar dari Indonesia.

Vietnam berhasil mendapatkan “durian runtuh” dari perang dagang yang terjadi karena yang menjadi sektor andalan Vietnam adalah sektor manufaktur yang memiliki nilai tambah lebih tinggi dibandingkan sektor komoditas.

Sumber: Internasional Trade Center

Lima besar produk ekspor Vietnam Vietnam yakni Mesin/Peralatan Listrik (HS 85), Alas Kaki (HS 64), Mesin/Pesawat Mekanik (HS 84), Pakaian Jadi Bukan Rajutan (HS 62) dan Pakaian Jadi Rajutan (HS 61). Semua produk ekspor tersebut selalu menunjukkan kenaikan setiap tahunnya. Peningkatan nilai ekspor ini menunjukkan bahwa permintaan terhadap produk manufaktur dari Vietnam terus menguat meskipun terjadi perang dagang.

Sudah saatnya Indonesia segera berbenah jika tidak ingin tertinggal semakin jauh dari negara-negara tetangga salah satunya Vietnam. Sudah saatnya Indonesia beralih sebagai negara yang mengandalkan komoditas Sumber Daya Alam ke sektor manufaktur yang lebih kompleks dan memiliki nilai tambah yang tinggi. Jika Indonesia tidak segera berbenah, bukan tidak mungkin Vietnam akan semakin jauh mengungguli Indonesia dan semakin sulit untuk dikejar.

Pemerintah terus menggaungkan keinginannya untuk menarik investasi masuk ke Indonesia namun investasi asing ini sepertinya juga belum mampu mendongkrak  pertumbuhan ekonomi Indonesia karena belum terlalu efisien. Data dari presentasi BI menunjukkan bahwa Incremental Capital Output Rasio (ICOR) merupakan salah  satu masalah investasi Indonesia. ICOR adalah rasio antara investasi di tahun yang lalu dengan pertumbuhan output regional. Semakin tinggi nilai ICOR maka semakin tidak efisien investasi suatu negara. Data BI menunjukkan ICOR Indonesia sebesar 6,3%, jauh lebih tinggi dari Vietnam 4,31%.

Pemerintah harus mengubah fokus dan pola pikir bukan lagi untuk menarik investasi sebanyak-banyaknya tapi menarik investasi yang tepat guna sehingga dapat meningkatkan produktivitas dalam negeri dan juga meningkatkan ekspor. Karena Jika tidak pertumbuhan ekonomi Indonesia akan sulit untuk meningkat secara drastis. Pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini tercatat di angka 5,17% sedangkan Vietnam 7,08%.

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *