Dampak PMA bagi BUMN: Temuan dari Tiongkok

BUMN dapat menjadi katalis yang mendorong terjadi spillover dari PMA di Indonesia. Terdapat beberapa kasus yang menunjukan bagaimana peran dari BUMN dalam mendorong terjadi spillover PMA di berbagai negara. Tiongkok merupakan salah satu negara yang dapat menjadi pembelajaran penting bagaimana BUMN mampu membantu terjadi spillover PMA.

Salah satu motivasi utama reformasi ekonomi Tiongkok di akhir tahun 1970an dan mulai mendorong masuknya aliran modal asing, adalah diharapkan kehadiran perusahaan multinasional mampu membantu BUMN Tiongkok yang “sakit” dengan memperkenalkan sistem praktik terbaik di market-based economy (Girma dan Gong, 2008). Konsensus dari berbagai penelitian turut menunjukan bahwa kehadiran dari perusahaan multinasional berasosiasi dengan pertumbuhan produktivitas yang lebih cepat, namun dampak positif PMA lebih ditemukan pada daerah yang memiliki BUMN yang lebih sedikit atau memiliki kualitas sumber daya manusia yang lebih baik. Bukan berarti PMA tidak memiliki dampak yang positif bagi BUMN, sebaliknya BUMN menjadi agen transfer teknologi dari perusahaan multinasional ke perusahaan domestik non BUMN.

Kehadiran dari PMA tidak serta merta berdampak positif pada BUMN di Tiongkok. Hasil penelitian Girma dan Gong (2007) dalam papernya yang berjudul “PMA, Linkages and the Efficiency of State-Owned Enterprises in Tiongkok” menunjukan bahwa rata-rata BUMN menerima intra-industry spillover negatif dari perusahaan asing dan PMA berbasis ekspor. Secara teoritis, hal tersebut terjadi karena adanya mobilitas dari pekerja di BUMN ke perusahaan asing. Dalam data Girma dan Gong (2007) rata-rata gaji perusahaan asing lebih tinggi 16 persen dibandingkan gaji di BUMN, setelah menghitung karakteristik industri dan daerah. Hal tersebut dapat diatasi dengan peningkatan kualitas pekerja di BUMN dimana perusahaan yang berinvestasi di pelatihan bekerja berhasil “menghindari” eksternalitas negatif dari PMA, sedangkan BUMN yang tidak mengeluarkan pelatihan untuk pekerjanya menghadapi spillover yang negatif.

Girma dan Gong (2007) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa R&D dan sumber daya manusia merupakan komplementer dalam meningkatkan kapasitas serap. Hasil ini konsisten dengan temuan dari laporan UNCTAD (2001: 153) bahwa linkage dengan perusahaan asing lebih mungkin terjadi ketika gap teknologi dan manajemen antara perusahaan asing dan perusahaan domestik tidak terlalu lebar. Hasil tersebut juga searah dengan Hu et al (2005) yang menunjukan bahwa in-house R&D menfasilitasi transfer teknologi di Tiongkok.  Hasil dari penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa spillover positif dari PMA ke BUMN tidak terjadi secara otomatis atau tanpa syarat, namun bergantung kepada BUMN itu sendiri. Maka dari itu, tantangan kebijakan yang perlu diperhatikan adalah memastikan BUMN memiliki kapasitas serap yang lebih baik melalui struktur organisasi dan insentif yang tepat. Menurut Qian (2003) masalah utama dari BUMN dalam kontrol Tiongkok adalah penunjukan manajer berbasis sistem birokrasi daripada sistem pasar, sehingga talenta terbaik tidak dapat menjadi manajer di BUMN tersebut. Dengan adanya pasar tenaga kerja bagi manajer yang bekerja, maka BUMN Tiongkok diharapkan mampu meningkatkan efisiensi dan produktivitasnya.

Guo Bin (2005) dengan menggunakan data panel tingkat industri melakukan penelitian untuk melihat adanya spillover teknologi dari perusahaan besar dan menengah ke perusahan non besar dan menengah serta dari perusahaan BUMN kelas besar dan menengah ke BUMN lainnya dan BUMN non besar menengah. Hasil yang juga cukup menarik dari penelitian Guo Bin (2005) adalah terjadinya spillover teknologi dari BUMN kelas besar dan menengah ke BUMN lainnya dan perusahaan Non BUMN di sektor industri manufaktur dengan tingkat kapasitas teknologi yang lebih rendah dibandingkan rata-rata. Sebagai agen difusi teknologi, perusahaan BUMN tingkat besar dan menengah memiliki peran penting sebagai pihak yang menjembatani gap teknologi antara teknologi canggih yang dibawa perusahaan asing dan perusahaan domestik. Gap tersebut ditutup oleh peran BUMN kelas besar dan menengah yang menfasilitasi asimilasi dan adaptasi dari teknologi maju asing dalam pengembangan industri manufaktur Tiongkok.

*Artikel ini merupakan bagian dari Mini Ebook Forbil Series dengan judul “Peran BUMN dalam mendorong Spillover Penanaman Modal Asing”

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *