Pada tanggal 12 Januari 2020 Presiden Indonesia bertolak menuju Abu Dhabi. Tujuan dari keberangkatan Presiden menuju Abu Dhabi itu bertujuan untuk menjadi pembicara utama (keynote speaker) dalam acara Abu Dhabi Sustainable Day. Selain itu tujuan yang tak kalah pentingnya dari keberangkatan Presiden Jokowi ke UEA adalah untuk menjemput Investasi pihak UEA ke Indonesia.
Presiden ditemani oleh beberapa Menteri diantaranya, Erick Tohir, Retno Marsudi, Luhut Binsar Pandjaitan, dan beberapa Menteri serta komisaris BUMN bertemu langsung dengan Putra Mahkota Abu Dhabi yang juga merupakan Wakil Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Uni Emirat Arab Sheikh Mohammed Bin Zayed Al Nahyan.
Terdapat 16 pertukaran kesepakatan antara Indonesia dengan Uni Emirat Arab dengan Indonesia. 5 diantaranya adalah perjanjian kerja sama pemerintah di bidang, kesehatan, keagamaan, pertanian, penanggulangan terorisme, dan pendidikan. 11 lainnya adalah perjanjian kerjasama di bidang bisnis diantaranya bidang migas, petrokimia, energi, telekomunikasi, pelabuhan, dan lalin-lain.
Total Investasi yang masuk ke Indonesia adalah sebesar USD 22,8 miliar atau kurang lebih Rp 312,36 triliun. Pihak UEA bekerja sama dengan pihak Softbank Jepang dan juga dengan International Development Finance Corporaratio (IDFC).
Selain investasi yang disebutkan di atas, rencananya akan ada kerja sama di bidang pariwisata, ibukota baru, aceh, dan ada hadiah masjid di solo sebgi tanda persahabatan Indonesia dengan UEA. Indonesia dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia menjadi daya Tarik bagi negara timur tengah seperti UEA untuk berinvestasi.
Dengan anka sebesar ini apakah Indonesia sudah sepantasnya berpuas hati? Jawabannya adalah belum karena menurut ekonom CORE Mohammad Faisal angka investasi yang dituangkan alam kesepakatan tersebut baru merupakan komitmen dari keuda negara dan tidak akan ada artinya jika tidak jadi terealisasi. Banyak kasus bahwa komitmen investasi dari beberapa negara belum juga terealisasi sampai saat ini. Contohnya rencana investasi Saudi Aramco di Kilang Cilacap yang sejak tahun 2017 belum terealisasi.
Sepanjang Januari sampai September 2019, realisasi investasi dari UEA tercatat senilai USD 68,2 yang jauh lebih tinggi dari negara timur tengah lain seperti Turki (USD 24,82 juta) dan Arab Saudi (USD 1,83 juta).
Nilai realisasi investasi UEA jelas masih bisa untuk ditingkatkan. Namun Pemerintah harus memastikan terlebih dahulu bahwa investasi yang dijanjikan tersebut bisa terealisasi di Indonesia. Cara memastikannya adalah dengan menyiapkan sarana dan prasarana terkait pelaksanaan komitmen investasi tersebut. Pemerintah harus menyelesaikan masalah baik yang bisa diatur pemerintah ataupun yang berada di luar kendali pemerintah. Faktor yang ada dalam kendali pemerintah contohnya masalah regulasi, yang berada di luar kendali pemerintah misalnya masalah pembebasan lahan. Pemerintah harus mengkaji dan menyiapkan semua hal tersebut agar kemungkinan realisasi komitmen investasi menjadi semakin besar, bukan hanya Investasi dari UEA tapijuga investasi yang datang dari negara lain.
Dengan adanya investasi daei UEA yang masuk ke Indonesia, diharapkan Indonesia bisa memanfaatkannya dengan semaksimal mungkin dan bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang saat ini masih stuck di angka 5%.