Investasi asing merupakan salah satu cara untuk menggenjot industri suatu negara. Ketika suatu negara harus meningkatkan produksi dan perekonomian dalam negeri, investasi asing merupakan satu hal yang bisa menjadi faktor pembeda. Hal inilah yang kemudian disadari oleh pemerintah Vietnam. Pada tahun 1987 Vietnam mengeluarkan undang-undang tentang investasi asing yang menjadi langkah awal Vietnam menjadi sangat terbuka terhadap pasar dunia.
Sudah 30 tahun berlalu dan Vietnam kini menjelma sebagai salah satu negara tujuan investor. Indonesia, Singapura dan Vietnam menjadi negara yang mendominasi jumlah penerimaan investasi asing di Asia Tenggara. Tiga negara ini menguasai 72% dari total investasi asing yang masuk ke kawasan Asean. Penelitian yang dilakukan Bloomberg pada tahun 2019 menunjukkan bahwa 41,3% responden yang merupakan para investor meyakini bahwa Vietnam merupakan negara yang paling menunjukkan kemajuan iklim usaha secara keseluruhan. Sementara itu hanya 17,4% responden yang percaya bahwa iklim usaha Indonesia paling baik di Asean.
Hasil penelitian ini sepertinya tergambar jelas dari jumlah investasi asing yang masuk ke Vietnam selalu meningkat setiap tahunnya.
Sumber: Investment Map
Bahkan pada tahun kuartal pertama tahun 2019 Vietnam mencatatkan pertumbuhan investasi asing tertinggi sejak tahun 2015 dengan nilai sekitar US$ 16,7 miliar. Nilai ini jauh meninggalkan Indonesia yang pada kuartal pertama hanya mencatatkan nilai sekitar US$ 6,08 miliar.
Keberhasilan Vietnam menarik investasi asing tidak bisa dilepaskan dari kebijakan-kebijakan pemerintah. Pertanyaannya adalah bukankah pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan, lalu apa yang membedakan kebijakan Indonesia dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh Vietnam?
Pertama, Vietnam sangat menjaga dan memperhatikan kestabilan sosio-politik. Keberhasilan pemerintah menjaga kestabilan ini yang membuat pertumbuhan ekonomi Vietnam terus bertumbuh di kisaran 7% setiap tahun, lebih tinggi dari Indonesia yang saat ini pertumbuhan ekonominya berkisar 5%.
Kedua, Vietnam memiliki banyak kerja sama perdagangan bebas dengan negara-negara sekawasan ataupun di luar kawasan. Selain sebagai bagian dari Asean Free Trade Area (AFTA) dan World Trade Organization, Vietnam juga memiliki perjanjian dagang bilateral dengan Amerika Serikat dan perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa yang membuat investor semakin tertarik untuk berinvestasi di Vietnam.
Ketiga, selalu terjadi perbaikan peraturan hukum yang semakin menjamin dan menguntungkan investor asing sebagai wujud dari komitmen pemerintah melindungi kepentingan investor asing.
Keempat, Pemerintah Vietnam memiliki framework yang digunakan sebagai langkah untuk terus merevitalisasi dan memperbaiki iklim usaha, framework ini dinamakan dengan “tiga terobosan”. Terobosan yang pertama adalah menempatkan lembaga ekonomi pasar dan kerangka hukum yang kuat sebagai pengontrol; membangun infrastruktur yang maju dan terintegrasi sehingga memudahkan kegiatan usaha terutama di segi transportasi; meningkatkan kualitas tenaga kerja.
Kebijakan-kebijakan di atas merupakan beberapa kebijakan yang sekiranya signifikan dengan Indonesia karena selama ini Indonesia mengeluarkan kebijakan berbasis fiskal dan Vietnam pun juga melakukannya. Tapi yang bisa kita pelajari dari Vietnam adalah kebijakan fiskal saja tidak mampu menarik investor, dibutuhkan kebijakan-kebijakan lain yang mendukung agar tercipta iklim usaha yang baik.
Indonesia mungkin agak terlalu fokus kepada pengurangan pajak, tapi pada faktanya pengurangan pajak tidak terlalu menarik bagi investor. Singapura contohnya, dengan tarif 17% rata-rata investasi asingnya dari 2015-2018 hanya sebesar 2,6% bahkan Brunei dengan tarif sekitar 18,5% pertumbuhan investasi asingnya justru menjadi minus 163,48%.
Segi upah sebenarnya Indonesia dan Vietnam tidak jauh berbeda tapi yang membedakan adalah Indonesia masih kalah dari segi tenaga kerja terampil atau (skilled labor) sehingga Indonesia menjadi agak kesulitan untuk menarik investasi yang memiliki nilai tambah yang tinggi. Faktor pembeda yang selanjutnya adalah efisiensi birokrasi. Pemaparan visi dan misi Presiden Jokowi jelas menyebutkan bahwa hambatan investasi untuk masuk ke Indonesia adalah rumitnya birokrasi baik di pusat maupun daerah. Apabila Indonesia ingin meningkatkan investasi yang kemudian akan memacu pertumbuhan ekonomi seperti yang dilakukan oleh Vietnam, maka pemerintah harus segera melakukan reformasi birokrasi terutama pada masalah perizinan yang selama ini menyulitkan investor.