Selama tahun 2018, UNCTAD berhasil menghitung 55 negara mengenalkan 112 kebijakan yang turut mempengaruhi investasi asing, berkurang 11 persen dibandingkan tahun 2017. Sebanyak 65 dari kebijakan tersebut berkaitan dengan liberalisasi investasi, promosi dan fasilitasi. Hal menarik yang perlu diperhatikan adalah kenaikan jumlah kebijakan restriksi investasi dari 21 persen di tahun 2017 menjadi 34 persen di tahun 2018.
Sumber: World Investment Report, 2019
Grafik diatas menunjukan jumlah kebijakan yang berkaitan kebijakan investasi. Kebiajakn investasi tersebut dibagi menjadi kebijakan liberalisasi atau promosi dan kebijakan restriksi/regulasi. Kebijakan regulasi yang dimaksud merupakan kebijakan yang mewajibkan investasi tersebut wajib dikuasai oleh pengusaha domestik atau pengusaha asing. Grafik diatas menunjukan bahwa kebijakan liberalisasi investasi di seluruh dunia menunjukan tren yang menurun. Di tahun 2017, terdapat 98 kebijakan liberalisasi/promosi investasi dan menurun menjadi 65 kebijakan di 2018. Bahkan, jumlah kebijakan liberalisasi/promosi investasi di tahun 2018 lebih rendah dibandingkan tahun 2010 yang mencapai 65 kebijakan liberalisasi/promosi. Hal yang berbeda ditunjukan oleh kebijakan restriksi/regulasi. Tren dari kebijakan restriksi menunjukan kenaikan dari 23 kebijakan di tahun 2017 menjadi 31 kebijakan di tahun 2018.
Sumber: World Investment Report, 2019
Jika dilihat dari indikator geografis, negara berkembang di Asia memimpin dalam adopsi kebijakan liberalisasi/promosi investasi dibandingkan negara maju maupun Afrika. Negara berkembang di Asia mengadopsi 32 kebijakan baru mengenai kebijakan liberalisasi/promosi dan hanya 2 kebijakan mengenai kebijakan regulasi/restriksi. Tren yang berbeda ditunjukan oleh negara maju dimana mereka justru mengadopsi kebijakan regulasi/restriksi investasi yang lebih banyak dibandingkan kebijakan liberalisasi. Selama tahun 20018, negara maju tersebut mengadopsi 21 kebijakan regulasi/restriksi baru dan hanya mengenalkan 7 kebijakan baru mengenai liberalisasi investasi. Selanjutnya akan dibahas satu persatu mengenai kebijakan liberalisasi dan restriksi investasi di berbagai negara.
Liberalisasi FDI di Asia
Berbagai negara di Asia menjadi negara yang mengadopsi kebijakan liberalisasi investasi. Sebagai contoh, China merevisi daftar negatif investasi asing untuk 11 pilot free trade zones serta merelaksasi dan menghapus restriksi investasi asing di beberapa industri. Selanjutnya ada India yang meliberalisasi peraturan untuk investasi yang masuk di industri single-brand retail trading, pesawat dan power exchanges. Uni Emirat Arab telah membangun suatu kerangka yang mengizinkan orang asing untuk memiliki 100 persen kepemilikan di usaha yang masuk ke dalam “daftar positif”.
Beberapa negara di kawasan ASEAN turut meliberalisasi dan membuka idiri untuk investasi asing. Pertama, Myanmar telah mengizinkan 100% kepemilikan asing untuk industri retail serta 80 persen kepemilikan asing di industri pertambangan dan pertanian. Filipina juga telah merevisi daftar negatif investasi dengan merelaksasi kepemilikan asing di industri konstruksi, jaringan komunikasi radio privat, bisnis internet dan perusahaan pembiayaan.
Kebijakan Restriksi FDI
Dari segi kebijakan restriksi, terdapat kenaikan isu mengenai keamanan nasional, khususnya di industri yang strategis dan infrastruktur yang penting. Sebagai contoh, Australia mengetatkan screening investasi di industri listrik serta menguatkan regulasi mengenai pembelian lahan pertanian oleh investor asing. Prancis dan Jerman memperluas jangkauan screening investasi asing untuk beberapa sektor teknologi strategis. Hungaria telah menerapkan kebijakan baru yang mengatur screening investasi yang berkaitan dengan keamanan nasional seperti industri pertahanan, cryptography, indutri keuangan, industri elektronik dan komunikasi beserta sistem komunikasi publik.
Kesimpulan
Tren kebijakan liberalisasi dan restriksi di seluruh dunia dapat menjadi pelajaran yang berharga bagi Indonesia. Dari sisi kebijakan liberalisasi, Indonesia patut memperhatikan bahwa negara-negara di ASEAN tidak anti asing dan berusaha mengundang investasi untuk membangun negara mereka. Jika Indonesia tidak menyiapkan diri, maka investor tidak akan tertarik untuk berinvestasi di Indonesia, padahal Indonesia masih membutuhkan investasi untuk memacu pembangunan. Dari segi kebijakan restriksi, berbagai industri yang berkaitan dengan keamanan nasional seperti industri pertahanan, teknologi dan industri telekomunikasi penting untuk dilindungi karena memiliki informasi-informasi yang berharga. Penting bagi Indonesia untuk tidak sekadar membuka diri seluas-luasnya tanpa melakukan screening investor.