Melihat Preferensi Investor Asing

Cara investor memilih negara tujuan investasinya terdiri dari tiga, Market seeking, Resource seeking, dan Efficiency seeking. Laporan Investment Competitiveness dari World bank menyebutkan bahwa FDI dengan resource seeking lebih memerhatikan faktor kemudahan akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan industrinya, FDI dengan market seeking lebih memprioritaskan ukuran dan kemampuan pasar untuk mengakses produknya, sedangkan FDI dengan efficiency seeking lebih mengutamakan biaya produksi yang rendah dan kebijakan yang mampu memfasilitasi impor dan ekspor dengan baik. FDI dengan efficiency seeking secara otomatis terlibat di dalam global value chain, oleh karena itu FDI dengan tipe ini merupakan kunci bagi negara berkembang untuk bisa memasuki pasar global, mengembangkan teknologi, dan meningkatkan kemampuan manajerial yang lebih baik.

Stabilitas Politik dan Penerapan Aturan yang Jelas adalah Faktor Paling Penting

Sumber: World bank, 2018

FDI dengan efficiency seeking akan mempertimbangkan berbagai faktor yang akan mempengaruhi keputusannya berinvestasi. Data di atas menunjukkan banyaknya FDI berdasarkan efficiency seeking dan non-efficiency seeking yang melihat karakteristik dari suatu negara yang dianggap sebagai faktor penting untuk dipertimbangkan sebelum berinvestasi. Menurut hasil survei World bank, stabilitas ekonomi, ketersediaan tenaga kerja terampil, infrastruktur penunjang yang memuaskan, pajak rendah, biaya tenaga kerja dan input yang murah, kemudahan akses tanah, kemudian pasar modal yang mudah merupakan faktor yang lebih kompetitif bagi FDI efficiency seeking dibanding FDI lainnya. Sebaliknya, negara dengan ukuran pasar domestik yang besar, lingkungan hukum dan aturan yang jelas, serta stabilitas politik menjadi faktor yang lebih kompetitif bagi FDI Non-efficiency seeking dengan selisih nilai yang tergambar sangat kecil, yang berarti FDI efficiency seeking pun melihat faktor-faktor tersebut sebagai pertimbangan kuat. Banyaknya pertimbangan yang memiliki penilaian penting bagi FDI dengan efficiency seeking menunjukkan karakternya yang lebih selektif dalam memilih tujuan negara investasi.

Transparansi Lembaga Publik dan Jaminan Perlindungan Investasi sebagai Dorongan Paling Penting

Dilihat dari iklim investasinya, FDI dengan efficiency seeking akan melihat 6 iklim investasi di atas sebagai faktor yang penting untuk diperhatikan. Sebaliknya, bagi FDI non-efficiency seeking keenam iklim investasi di atas memiliki tingkat kepentingan yang lebih rendah dibandingkan FDI dengan efficiency seeking. Transparansi dan kestabilan lembaga publik, jaminan perlindungan investasi, dan kemudahan untuk memulai bisnis merupakan tiga faktor iklim investasi yang paling mempengaruhi FDI untuk memilih negara tujuan investasi. Hal ini dikarenakan FDI dengan efficiency seeking memiliki orientasi pasar ekspor sehingga kepastian hukum dan regulasi adalah penting untuk menjamin kemudahan aktivitas ekspor mereka.

Melihat faktor-faktor yang sangat diperhatikan FDI, negara berkembang rupanya masih perlu banyak berbenah. Hal ini dikarenakan banyak negara berkembang yang memiliki permasalahan birokrasi yang inefisien, regulasi yang tidak pasti, prosedur berbelit, serta biaya transaksi yang tinggi sehingga menurunkan daya saing negara tersebut. Padahal, dilihat dari sisi investor, permasalahan tersebut sangat berkaitan dengan karakteristik negara tujuan dan kondisi iklim investasi yang medukung usaha investasinya. Artinya, masih menjadi PR besar bagi negara-negara berkembang—Indonesia salah satunya, untuk meningkatkan daya saingnya pada berbagai indikator yang tercatat di Global Competitiveness Index, seperti kualitas institusi, stabilitas makroekonomi, kualitas bisnis,dsb.

Indonesia Terus Berupaya Memperbaiki Diri

Sumber: GCI, 2009-2018

Secara keseluruhan, berdasarkan Global Competitivesness Report perkembangan daya saing Indonesia di dunia cenderung fluktuatif. Pada 2018, Indonesia berhasil meningkatkan peringkat daya saingnya di dunia dari yang sebelumnya peringkat 47 pada 2017 menjadi peringkat 45.

Dari laporan yang sama, ekonomi Indonesia dapat dikatakan stabil karena memiliki skor 89,7/100. Namun sayangnya, beban terhadap aturan pemerintahnya masih cukup tinggi. Indonesia baru bisa mencapai skor 4,1/7. Begitu juga tingkat konflik kepentingan regulasi yang masih tinggi dengan skor 5,7/10 sehingga perlu penyederhanaan regulasi sehingga tidak terdapat tumpang tindih. Dilihat dari tiga karakteristik ini,  Indonesia sudah memiliki nilai untuk dapat menarik FDI masuk. Tentu saja, perbaikan terus-menerus perlu dilakukan untuk bisa meningkatkan kuantitas dan kualitas FDI di Indonesia.

Dalam rangka memberikan perlindungan bagi investornya, Indonesia telah menetapkan regulasi yang dapat membantu menyelesaikan kebangkrutan, begitu pula sikap yang perlu diambil untuk meminimalisir risiko pengusaha. Berdasarkan nilai rata-rata penyelesaian masalah kebangkrutan di Indonesia belum cukup memuaskan dengan skor hanya 69,6/100. Begitu juga sikap terhadap risiko pengusaha yang masih belum memuaskan, senilai 58,8/100. Artinya, ada kemungkinan bahwa iklim investasi di Indonesia belum terbentuk sempurna sehingga harus disempurnakan. Pemerintah harus mampu memberikan transparansi kebijakan dan laporan publik. Regulasi perlindungan investasi juga harus diperjelas dan dipastikan implementasinya sehingga dapat meningkatkan kepercayaan investor asing.   

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *