Berbagai perusahaan ramai-ramai ingin meninggalkan China. Realokasi perusahaan ini tentu menjadi peluang yang besar bagi Indonesia untuk menerima limpahan realokasi perusahaan tersebut, apalagi jika perusahaan yang berpindah tersebut merupakan perusahaan yang memproduksi barang setengah jadi dan barang modal. Hal tersebut dikarenakan lebih dari 75 persen impor Indonesia merupakan impor barang setengah jadi dan barang modal. Salah satu negara yang ingin mewujudkan realokasi tersebut adalah Jepang.
Menurut David Arase (2020) setidaknya terdapat dua alasan penting bagi Jepang untuk mengurangi ketergantungan rantai pasok terhadap China. Pertama, banyak perusahaan Jepang yang terlalu “bet on China” dan secara eksklusif bergantung terhadap pabrik maupun perusahaan di China untuk menyediakan berbagai barang yang penting. Kedua, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe memang telah berencana untuk melakukan reshoring produksi dari China, sehingga manajemen rantai pasok tidak hanya “China+1 supply chain management”. Hal tersebut dianggap mampu meningkatkan keamanan nasional, memberikan manfaat bagi UMKM di Jepang serta mendorong rencana pembangunan di berbagai provinsi di Jepang yang selanjutnya turut membantu prospek politik dari Liberal Democratic Party Jepang.
Pada kasus Jepang dan mungkin beberapa negara lainnya termasuk Indonesia, pandemi COVID-19 telah menunjukan besarnya risiko untuk menjadikan China sebagai single point-of-failure di rantai pasok tingkat global maupun regional. Pelajaran yang didapat oleh perusahaan di Jepang adalah harus mampu mendiversifikasi risiko, bersiap menghadapi disrupsi dan mendesain model rantai pasok yang redudansi, khususnya bagi produk yang penting bagi stabilitas dan keamanan Jepang.
Jepang sendiri telah menyediakan anggaran sebesar 220 miliar yen atau US$2 miliar untuk perusahaan yang memindahkan produksinya kembali ke Jepang serta anggaran sebesar 23,5 miliar yen bagi perusahaan memindahkan produksinya ke negara lain. Anggaran 23,5 miliar yen atau US$220 juta tersebut merupakan stimulus yang diberikan bagi perusahaan untuk mendiversifikasi rantai pasoknya melalui bantuan keuangan untuk membangun fasilitas produksi serta melakukan kelayakan studi di berbagai negar ASEAN. Jepang sendiri telah menerapkan ASEAN sebagai altenative output bases dibawah strategi “China +1”.
Peluang ini tentu tidak boleh disia-siakan Indonesia. Indonesia harus bergerak cepat untuk mendapat limpahan realokasi tersebut. Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, BKPM dan Kementerian Luar Negeri dapat langsung bergerak cepat untuk mendata perusahaan Jepang mana saja yang ingin melakukan realokasi tersebut. Ada tiga langkah sederhana yang dapat diterapkan. Pertama, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan dapat langsung membuat wish list industri apa saja yang ingin ditarik ke Indonesia. Kedua, Kementerian Luar Negeri melalui KBRI di China dapat langsung melakukan kontak kepada perusahaan yang sesuai dengan wishlist tersebut. Ketiga, BKPM dapat langsung menfasilitasi mengenai pendirian pabrik dari perusahaan Jepang.
Jika Indonesia tidak bergerak cepat, maka bisa jadi Indonesia akan kecolongan Thailand, Malaysia bahkan Vietnam. Sembari mengatasi pandemi COVID-19, Indonesia juga harus jeli melihat berbagai peluang yang ada, salah satunya peluang realokasi perusahaan dari Jepang ini.