Agar Substitusi Impor Berhasil

Kunci dari keberhasilan kebijakan substitusi impor berkaitan dengan ukuran pasar untuk setiap produk manufaktur (Grabowski, 1994). Semakin besar ukuran pasar domestik, maka peningkatkan output secara kumulatif juga akan semakin besar (Grabowski, 1994). Faktor tersebut menentukan kecepatan dari kemampuan teknikal yang dapat diraih oleh industri manufaktur dan turut menentukan apakah industri berhasil melakukan pembelajaran dengan cukup cepat sehingga negara tersebut mampu melakukan catch up teknologi di komoditas tertentu (Grabowski, 1994). Tidak hanya ukuran pasar, namun distribusi pendapatan turut memiliki peran penting dalam manufaktur modern.

Distribusi pendapatan yang terlalu seimbang maupun terlalu timpang sama-sama mempengaruhi bagaimana industri manufaktur tumbuh di negara tersebut (Grabowski, 1994). Ketika distribusi pendapatan terlalu seimbang, maka setiap individu mendapat proporsi yang sama. Di negara berkembang dengan tingkat pendapatan yang masih rendah, konsumsen cenderung membelanjakan pendapatannya untuk membeli makanan. Karena distribusi pendapatan sama dan seluruh konsumsen mengalokasikan pendapatannya untuk membeli makanan, maka tidak ada pihak yang membeli produk manufaktur. Akibat dari tidak adanya konsumen yang cukup kuat untuk membeli produk manufaktur, maka tidak ada pihak yang tertarik untuk memproduksi barang manufaktur (Grabowski, 1994).

Di sisi lain, ketika distribusi pendapatan terlalu timpang, maka pasar untuk produk manufaktur yang terlalu kecil. Asumsikan bahwa perekonomian tertutup (tidak ada perdagangan), maka tingkat ketimpangan yang ekstrim menyebabkan pasar untuk barang manufaktur yang kecil. Penduduk dengan tingkat pendapatan yang tinggi akan membeli berbagai macam variasi produk manufaktur dan karena kelas pendapatan tersebut hanya sedikit, maka jumlah setiap variasi produk manufaktur yang dibeli akan sangat sedikit (Grabowski, 1994). Akibatnya biaya per unit dari produk manufaktur modern akan lebih tinggi dibandingkan produk manufaktur tradisional dan sektor manufaktur akan tetap stuck di sektor tradisional (Grabowski, 1994). Apalagi jika perekonomian negara tersebut terbuka, maka impor barang manufaktur modern akan menggantikan produksi manufaktur tradisional dari pasar domestik (Grabowski, 1994). Memang dengan model terbuka tersebut, negara berkembang akan mampu mengekspor komoditas primer dimana komoditas tersebut memiliki keunggulan komparatif. Namun, jika pendapatan dari ekspor tersebut terdistribusi secara timpang, maka pasar untuk barang manufaktur hanya akan meningkat dari segi tipe barang yang diminta, bukan dalam hal kuantitas barang manufaktur (Grabowski, 1994).

Ketika pasar domestik memiliki ukuran yang terlalu kecil, maka proses pembelajaran dan pengalaman menggunakan teknologi (produksi kumulatif) akan tumbuh dengan pelan (Grabowski, 1994). Apalagi technological frontier barang manufaktur semakin canggih melalui inovasi dan penemuan baru di seluruh dunia, sehingga sektor manufaktur domestik semakin tidak kompetitif di tingkat internasional. Berdasarkan hal tersebut, kunci pertama dari keberhasilan substitusi impor adalah ukuran pasar untuk setiap variasi atau tipe barang manufaktur (Grabowski, 1994). Semakin besar pasar domestik, maka cumulative output juga akan meningkat dengan cepat. Faktor ini menentukan seberapa cepat kapabilitas teknikal dapat dapat diraih oleh industri domestik serta menentukan apakah proses pembelajaran tersebut cukup cepat untuk mengejar berbagai komoditas manufaktur negara maju (Grabowski, 1994). 

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *