Penanganan wabah covid-19 menciptakan inisiatif daerah untuk melindungi warganya dengan caranya masing-masing. Meski begitu, sinergi dengan pemerintah pusat diperlukan untuk memastikan bahwa daerah memang sudah siap dengan langkah yang akan diambil, terutama jika ingin menerapkan PSBB. Hal ini karena ketika PSBB diberlakukan maka secara otomatis kegiatan ekonomi dan sosial akan terganggu.
Salah satu daerah yang dianggap berhasil dalam penanganan kasus Covid-19 di wilayahnya adalah Bali. Tanpa menerapkan PSBB, pemerintah Bali lebih memilih untuk memanfaatkan kearifan lokalnya. Bali dianggap mampu menekan angka penularan Covid-19 dimana hingga hari ini kasus positif di Bali sebanyak 380 kasus. Kasus yang sebmbuh juga tergolong tinggi mencaiap 74,74% atau sejumlah 284 orang.
Desa adat menjadi media yang digunakan untuk menangani kasus Covid-19 di Bali. Pemerintah menginstruksikan kepada 1.493 desa adat yang ada di Bali untuk melakukan upaya pencegahan penularan Covid-19 secara mandiri. Masing-masing desa adat melakukan pencegahan pergerakan manusia dengan membatasi warganya keluar masuk wilayah desa. Hukum adat memang dikenal mampu membuat masyarakatnya patuh dan menghormati aturan yang ada. Oleh karena itu, cara ini menjadi efektif diterapkan di Bali.
Selain melibatkan desa adat, pemerintah juga sudah menyediakan 3 laboratorium untuk pengujian PCR serta kapasitas APD dan alat kesehatan yang dipastikan cukup. Bagi pekerja migran dan ABK yang kembali ke bali dan terbukti negative tetap akan dikarantina oleh Pemda, namun jika terbukti positif dikarantina dan ditanggung pemprov. Sedangkan positif bergejala akan dirawat di rumah sakit.
Pelajaran yang bisa diambil dari Bali adalah melibatkan lingkup pemerintahan terkecil dalam penanganan Covid-19. Meski tidak bisa disamakan dengan karakteristik masyarakat desa adat, namun dengan melibatkan pemerintah Desa/Lurah maka control terhadap warga di lingkungan terkecilnya ini akan lebih mudah. Sehingga setiap elemen masyarakat dilibatkan dalam penangangan Covid-19, tanggung jawab tidak sepenuhnya dibebankan pada pemerintah pusat.
Provinsi Jawa Barat juga diyakini sebagai daerah yang mampu menangani Covid-19 dengan baik berdasarkan hasil survey Lembaga Riset Repro Indonesia. Jawa Barat menerapkan 3 layer dalam penanganan Covid-19, yaitu pencegahan, pelacakan, dan perawatan. Menurut Ridwan Kamil, yang terpenting adalah pertama harus renponsif, kedua transparan, ketiga ilmiah, keempat kolaboratif, dan kelima inovatif. Ia melibatkan ahli statistik dan dokter untuk memberikan masukan kepadanya, dan juga karang taruna dan PKK untuk menyeriakan dapur umum dan lainnya.
Sejak PSBB diterapkan pada 6 Mei, angka penurunan kasus Covid-19 di Jawa Barat cenderung menurun dengan cepat. Provinsi ini juga menjadi salah satu yang dimungkinkan untuk segera melakukan pelonggaran PSBB. Menurut Ridwan Kamil, setelah pemberlakuan PSBB, hanya 37 persen kecamatan di Jawa Barat yang terdapat kasus positif Covid-19 dan harus diwaspadai, sedangkan 63 persen lainnya masuk kategori aman terkendali. Pemerintah juga sudah menyiapkan indikator dan mekanisme pelonggaran PSBB yang dilakukan sesuai kondisi wilaya Desa/Kelurahan.
Namun, sepertinya implementasi pelonggaran PSBB ini perlu untuk diperketat lagi, terutama dalam menghimbau warganya. Terbukti, bahwa menjelang lebaran ini banyak orang yang justru nekan berkerumun di pusat-pusat perbelanjaan. Pelonggaran dapat dilakukan namun protokol kesehatan dan pencegahan penularan Covid-19 jangan sampai ditinggalkan.
Responsif dan transparan itu penting agar masyarakat dapat mempercayai langkah yang diambil pemerintah. Kolaboratif, bahkan hingga ke level pemerintahan terendah juga merupakan langkah yang baik untuk mengontrol masyarakat. Begitu pula keterlibatan pada ahli, lsm, komunitas, dan industri penting dilakukan untuk memberikan penjelasan ilmiah kepada publik dan untuk menciptakan lingkungan yang inovatif di tengah wabah.