PR besar bagi Indonesia saat ini adalah bagaimana menghadapi tantangan untuk bisa keluar dari middle income trap. Indonesia harus bisa merancang strategi yang tepat, terlebih dengan hadiah bonus demografi di masa mendatang yang harus disambut dengan “wadah” serapan kapasitas/talent generasi muda ini. Oleh karena itu, ketersediaan kapasitas produksi nasional harus selalu didorong hingga siap menyerap talenta yang ada.
Infrastruktur merupakan salah satu aspek penting yang dapat mendorong produksi dalam negeri. Menurut World Economic Forum, kebijakan fiskal yang memprioritaskan investasi pada penguatan produktivitas di pembangunan infrastruktur, sumber daya manusia, dan R&D merupakan langkah yang tepat untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara, tentu saja dengan dibarengi reformasi secara struktural sehingga dapat memudahkan proses inovasi dan memungkinkan bisnis berkembang dengan pesat. Itulah sebabnya, infrastruktur menjadi pillar ke-2 yang menentukan daya saing suatu negara.
Setidaknya ada 2 aspek dalam infrastruktur, yaitu infrastruktur “keras” dan infrastruktur “lunak”. Infrastruktur “keras” merujuk pada bentuk fisik dari hadirnya infrastruktur itu sendiri seperti jalan raya, jalan tol, lintasan kereta api, bandara, pergudangan, dan fasilitas fisik lainnya. Sedangkan infrastruktur “lunak” merujuk pada bentuk non-fisik dari infrastruktur seperti ketersediaan pasokan listrik dan energi, pasokan air bersih, dan kesehatan.
Proyek pembangunan infrastruktur di Indonesia sendiri sudah dimulai sejak sangat lama. Sayangnya, proses pembangunan infrastruktur tidak sejalan dengan kecepatan pertumbuhan ekonomi dunia yang semakin kompetitif sehingga meskipun terjadi peningkatan, Indonesia masih tertinggal dan bahkan disalip oleh beberapa negara dibelakangnya. Secara peringkat, sebagai contoh, Indonesia telah disalip oleh India dalam hal kualitas dan kuantitas infrastrukturnya yang semula (pada tahun 2014) berada di peringkat 87 menjadi 70 pada 2019.
Sedangkan Indonesia, hingga saat ini sistem infrastrukturnya masih berada di posisi yang belum cukup baik untuk menunjang perekonomian negara. Pada 2019 tercatat sistem infrastruktur Indonesia baru berada di peringkat 72, jauh tertinggal dari Singapura yang telah menempati peringkat pertama. Peringkat ini menunjukkan adanya penurunan sejak awal periode pertama kepemimpinan Jokowi yang semula berada di peringkat ke 56. Meski begitu, telah terjadi peningkatan kualitas infrastruktur nasional dimana awalnya hanya memperoleh skor 4,4/7 menjadi 67,7 /100. Artinya, dibandingkan negara lain pembangunan infrastruktur di Indonesia masih lebih lambat.
Kuantitas dan kualitas infrastruktur akan sangat mempengaruhi daya saing nasional, terutama bagi para pelaku bisnis. Hal ini berkaitan dengan fungsi dari infrastruktur itu sendiri sebagai “jembatan” yang menghubungkan konsumen dengan produsen maupun bahan baku dengan produsen. Hal ini berpengaruh pada seberapa besar tingkat efisiensi perekonomian negara, dimana biaya logistik yang tinggi akibat infrastruktur yang belum siap akan berpengaruh pada produk yang mahal sehingga menurunkan daya saing produk dalam negeri. Belum lagi dengan aspek kesetaraan dan keadilan social, dimana setiap masyarakat Indonesia dimanapun berada berhak untuk memperoleh produk dengan biaya yang terjangkau. Masyarakat juga berhak atas kemudahan akses kesehatan dan pendidikan yang merupakan pilar dalam pembangunan Sumber Daya Manusia yang juga menjadi konsen pemerintah saat ini.
Artinya, pembangunan infrastruktur memang masih diperlukan di Indonesia mengingat kondisi saat ini yang harus diselesaikan dan kondisi di masa mendatang yang harus dihadapi. Perlu menjadi catatan bahwa pembangunan infrastruktur tidak boleh hanya sebatas memenuhi target proyek melainkan juga mencapai tingkat efisiensi serta sejalan dengan kecepatan pertumbuhan ekonomi dunia dan dengan penguatan produksi nasional. Efisiensi yang dimaksud dapat diartikan sebagai adanya kajian terhadap prioritas pembangunan infrastruktur sehingga proyek dilakukan berdasarkan urgensi kebutuhan infrastruktur, serta mekanisme pendanaan dan pemilihan tender yang tepat. Hasil akhir yang diharapkan tidak hanya terjadinya peningkatan kuantitas dan kualitas infrastruktur melainkan lompatan peningkatan infrastruktur sehingga dapat menciptakan keterjangkauan di setiap kalangan, kesetaraan dan keadilan sosial, serta tercapainya efisiensi produksi nasional.