Strategi Meningkatkan Partisipasi Indonesia Dalam GVCs

Bagaimana suatu negara meningkatkan partisipasi dan daya saingnya dalam global supply chains tidak lepas dari strategi nasional dan global yang mendukung. Bagaimana kebijakan perdagangan, investasi dan kebijakan terkait global supply chain di masing-masing negara, regional, dan di dunia? Bagaimana kesepakatan yang dibentuk secara bilateral maupun multilateral?

Menuju Strategi Keterbukaan Ekonomi

Dikutip dari Cattaneo dan Miroudot (2013) dalam world bank policy research working paper  “Joining, Upgrading and Being Competitive in Global Value Chain: A Strategic Framework”, adanya Global supply/value chains telah menciptakan paradigma yang berbeda bagi perumus kebijakan untuk mempertimbangkan empat hal di bawah dalam meningkatkan daya saing negaranya di pasar global. Keempat perubahan paradigma tersebut diantaranya:

  1. Relevant strategic framework, dimana dalam penyusunan langkah strategis, penyusun kebijakan harus bisa berpikir bisnis dan global atau setidaknya regional dan tidak lagi hanya menggunakan sudut pandang domestik.
  2. Relevant economic framework, dimana perumus kebijakan harus mampu menganalisis sektor bisnis atau fungsi bisnis apa yang paling kompetitif dari negaranya sehingga mampu mengambil bagian strategis dalam GVCs. Oleh karena itu, perumus kebijakan tidak boleh hanya menggunakan sudut pandang domestik value chain tanpa melibatkan foreign value added sama sekali.
  3. Relevant economic assets, dimana negara tidak bisa lagi meningkatkan daya saingnya tanpa melibatkan efisiensi pasar global dalam upaya memasuki persaingan pasar yang vertikal (bukan lagi horizontal). Hal ini karena GVCs mampu menguhubungkan berbagai transaksi seperti modal, pengetahuan, spesifikasi, dan layanan bernilai tambah yang bisa jadi lebih efisien.
  4. Relevant barriers and impetus, dimana hambatan perdagangan yang awalnya berada pada batas-batas negara seperti hambatan tarif dan kuota, menjadi hambatan non tarif, dan kemudian menjadi tanpa batas karena munculnya standar baru dalam GVCs yang lebih ditentukan oleh private regulation. Oleh karena itu negara harus mampu meningkatkan kerjasama internasional dan dialog antara sektor publik dan swasta

Penelitian yang dilakukan OECD pada 2015 menunjukan bahwa, reformasi kebijakan dalam aspek Perdagangan dan FDI, kemudian diikuti peningkatan kualitas logistik dan bea cukai, perlindungan hak cipta, serta perbaikan infrastruktur dan institusi dapat meningkatkan partisipasi suatu negara ke dalam GVCs. Kebijakan perdagangan yang memudahkan impor memikiki korelasi positif terhadap peningkatan partisipasi negara di dalam GVCs untuk memudahkan penyediaan input dari asing, namun partisipasi akan semakin baik jika terdapat keterlibatan perjanjian regional yang mendukung aktivitas perdagangan ekspor di regionalnya.

Keterbukaan terhadap FDI memiliki korelasi postif terhadap partisipasi negara ke dalam GVCs. Hasil analisis OECD juga menemukan bahwa keterbukaan terhadap FDI mampu meningkatkan partisipas beberapa negara di Asia Tengga hingga 20%. Khusus Indonesia, Filipina, China, dan Malaysia hadirnya FDI bisa memberikan kontribusi yang lebih banyak bagi keterlibatan negara ke dalam GVCs.

Sedangkan menurut UNESCAP, komponen biaya perdagangan terdiri dari 10% biaya untuk keperluan tarif ekspor/impor, kemudian 10-30% biaya untuk hal-hal terkait faktor geografi dan budaya, serta 60-80% untuk hal-hal terkait kebijakan non-tarif seperti biaya tidak langsung untuk melengkapi prosedur perdagangan, jasa penyeberangan, aturan terkait lingkungan bisnis, fluktuasi nilai mata uang, serta ketersediaan layanan informasi, komunikasi dan teknologi.  Oleh karena itu, untuk bisa menarik industri asing berinvestasi ke Indonesia pemerintah perlu memperhatikan aspek-aspek kebijakan non fiskal seperti infrastruktur telekomunikasi, fasilitas logistik, dan prosedur perdagangan yang murah dan mudah. Begitu pula hal ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi dan daya saing produk Indonesia di dalam GVCs karena biaya perdagangan yang bisa ditekan dan integrasi domestik dan internasional yang bisa diperluas dan diperkuat.

Berkembangnya transaksi perdagangan internasional yang semakin kompleks mengakibatkan pentingnya peran institusi. Institusi berperan sebagai jembatan dalam membangun koneksi dan menjalin kesepakatan yang tepat dengan  negara partner sehingga dapat memperkuat hubungan perdagangan. Oleh karena itu, institusi terkait aktivitas industri dan perdagangan yang kuat, dinamis, tidak korup, dan efisien menjadi kunci perbaikan kebijakan bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan partisipasi dan daya saing produk Indonesia ke dalam GVCs.

About Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *