Krisis pangan dikhawatirkan akan terjadi beberapa tahun ke depan disebabkan tingginya jumlah penduduk dan rendahnya produksi pertanian. Penggunaan teknologi digital seperti smart farming dipandang sebagai solusi masalah tersebut oleh berbagai negara, seperti Jepang, Belanda, Amerika Serikat, dan negara maju lainnya berupaya mengembangkan inovasi teknologi agar produksi pangan mereka meningkat dengan keterbatasan lahan.
Disisi lain, Indonesia memiliki potensi lahan pertanian yang luas dan sumber daya manusia yang sangat banyak karena adanya bonus demografi. Artikel ini akan membahas tantangan utama transformasi digital di sektor pertanian Indonesia, yaitu rendahnya skill sumber daya manusia dalam hal ini petani dalam penggunaan teknologi.
Pada grafik 1 terlihat jelas bahwa usia petani, khususnya kepala rumah tangga petani usia tua jauh lebih tinggi dibandingkan usia muda. Mayoritas petani sekitar 7,8 juta petani berusia 45 hingga 55 tahun, lalu 6,2 juta petani berusia 55 tahun hingga 64 tahun, dan 4,1 juta petani di atas 65 tahun. Sedangkan, petani berusia muda hanya 191 ribu di bawah 25 tahun dan 2,7 juta di antara 25-34 tahun. Angka ini cukup memprihatinkan karena jumlah regenerasi petani semakin kecil dibandingkan dengan jumlah petani yang usia lanjut. Dikhawatirkan di masa depan jumlah petani semakin sedikit, maka kebutuhan akan teknologi untuk mengelola lahan pertanian menjadi sangat penting.
Tantangan utama sulitnya melakukan transformasi digital di pertanian adalah mayoritas petani di Indonesia tidak mengenyam pendidikan tinggi yang berakibat penguasaan petani terhadap operasional dan pengembangan teknologi sangat rendah. Pada grafik 2 di bawah ini terlihat bahwa mayoritas petani pendidikan terakhirnya adalah SD sederajat dan tidak tamat SD. Sebanyak 13,9 juta petani berpendidikan SD dan sekitar 8,2 juta tidak menyelesaikan pendidikan dasar. Selanjutnya petani yang mampu menyelesaikan pendidikan SLTA hanya 4,7 juta saja.
Syarat utama transformasi digital adalah penetrasi internet di masyarakat dan bagaimana masyarakat memanfaatkan teknologi untuk kegiatan produktif. Di sektor pertanian, penggunaan internet juga masih sangat rendah. Sehingga ini menjadi tantangan berbagai pihak untuk meningkatkan akses internet kepada petani sehingga mereka bisa terpapar pada teknologi dan mengakses internet. Pada grafik 3 terlihat bahwa hanya 4,5 juta petani saja yang menggunakan internet. Sedangkan sisanya sekitar 28,9 juta petani belum menggunakan internet.
Jadi, langkah pertama yang perlu perhatikan oleh stakeholder pertanian apabila akan meningkatkan produktivitas pertanian melalui transformasi digital adalah meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. Dimulai dari penyediaan infrastruktur dasar teknologi informasi secara merata di wilayah pedesaan, peningkatan pelatihan penggunaan teknologi mekanisasi dan teknologi digital pertanian, serta investasi pendidikan dasar dan menengah pertanian.
One thought on “Sumber Daya Manusia: Tantangan Transformasi Digital Pertanian”