Pertumbuhan ekonomi di Indonesia cukup stagnan di sekitar 5% yang sangat berhubungan dengan melambatnya investasi asing yang masuk ke Indonesia. Dari tahun 2017 ke 2018 investasi asing menurun sebanyak 8,8%. Padahal melalui investasi asing diyakini akan memberikan angin segar perkembangan sektor produktif dan akan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Layanan Registrasi: Tantangan Utama Masuknya Foreign Direct Investment
Direktur Fasilitas Promosi Daerah BKPM, Husen Maulana dan Arif Budiamanta, Wakil Ketua Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), menyatakan bahwa salah satu keluhan dari investor asing yang ingin menanam modal ke Indonesia adalah masalah kebijakan, seperti hambatan perizinan, inkonsistensi peraturan pajak, dan lainnya. Menurut data Ease of Doing Business Report, World Bank, Indonesia termasuk negara yang masih memiliki hambatan dalam proses memulai usaha. Pada indikator starting business aspek yang diukur adalah prosedur masuknya investasi, waktu dan biaya yang dibutuhkan.
Pada diagram starting business, terlihat bahwa score Indonesia pada indikator ini masih rendah dibandingkan negara-negara lainnya. Negara di ASEAN yang memiliki nilai tinggi dalam memulai bisnis adalah Singapura, Brunei Darussalam, dan Thailand. Sedangkan nilai Indonesia sebesar 77,93 pada 2018 menjadi 81,22 tahun 2019 tidak jauh berbeda dengan negara lain seperti Malaysia yang lebih tinggi 1 poin pada 2019 dan Vietnam lebih tinggi 3 poin dari Indonesia. Pada tahun 2018 ke 2019, semua negara mengalami peningkatan kualitas layanan memulai bisnis, oleh karena itu Indonesia tentu perlu melakukan improvisasi kebijakan dan layanan yang lebih baik.
BKPM, PTSP, OSS, dan Tantangan Layanan Investasi
Di Indonesia lembaga yang memiliki peran penting dalam memberikan fasilitas perizinan dan pelayanan investasi asing adalah BKPM. BKPM dapat disebut sebagai Investment Promotion Agency (IPA) Indonesia. Menurut Morisset dan Andrews-Johnson dalam buku The Effectiveness of Promotion Agencies at Attracting Foreign Direct Investment,IPA secara umum memiliki beberapa fungsi utama, pertama membangun image Indonesia sebagai negara potensial untuk investasi. Kedua, memfasilitasi dan melayani investor dalam proses masuknya investasi dalam hal penentuan lokasi dan identifikasi potensi investasi di lokasi tersebut, hingga sebagai “one-stop shop” untuk memberikan informasi dan mendampingi proses penerimaan.
BKPM memiliki peranan di tingkat pusat dalam mempromosikan berbagai potensi investasi Indonesia ke investor. BKPM berperan menjadi koordinator berbagai investasi yang akan masuk ke Indonesia dan bekerja sama dengan berbagai pihak dalam menarik investor. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di tingkat provinsi dan kabupaten memfasilitasi proses izin masuknya modal asing dan modal dalam negeri.
Selain adanya perpanjangan tangan di daerah melalui DPMPTSP, BKPM juga membentuk One Single Submission (OSS) yang dibuat berdasarkan Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik. OSS berfungsi untuk memberikan informasi tentang berbagai kebijakan, peraturan, dan proses investasi di Indonesia. Setiap investor juga harus menggunakan OSS untuk mendapatkan izin berusaha sejak 9 Juli 2018.
Pada 3 Juli 2019, BKPM melakukan public hearing terkait OSS yang telah diperbaharui dari versi 1.0 menjadi versi 1.1. Terdapat beberapa perbaikan dan penambahan layanan seperti Izin Usaha Merger, Izin kantor Perwakilan KPPA, Izin Lokasi Perairan, Pencabutan Non Likuidasi, Izin Kantor Cabang dan LKPM. Harapan dari BKPM tentu melalui OSS yang telah diperbaharui dapat lebih membantu investor.
Ternyata adanya OSS memunculkan banyak kritik dan pertentangan mulai dari pihak pengusaha hingga DPR yang mengawasi implementasinya. Seperti dari KEIN secara gamblang menyatakan OSS bukannya membantu investor, tetapi malah menjadi hambatan utama investasi tidak bisa tumbuh tinggi karena mempersulit investor. Hal ini karena sistem OSS saat ini masih belum siap dan perlu diperbaiki.
Kritik yang sangat keras juga muncul dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Zulfan Lindan, Anggota Komisi VI DPR RI menyatakan OSS yang berjalan menghambat investasi dan seharusnya dicabut. Alasannya lebih baik proses perizinan dikembalikan ke BKPM saja karena ketidakjelasan pengelolaan OSS. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Bidang Kebijakan Publik, Danang Giriwardana mengatakan bahwa implementasi OSS selama ini memang masih belum maksimal dan banyak kendala. Kendala yang paling utama disebabkan sifat kelembagaan OSS, apakah bentuknya sistem atau lembaga tersendiri.
Pandangan idealnya, OSS dapat membantu pemerintah mendata berbagai izin usaha yang masuk dan menyeleksinya. Serta dari sisi investor dapat terbantu karena proses perizinan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan transparan. Akan tetapi terdapat hambatan horizontal dan vertikal karena harus mempertemukan berbagai kementerian dan dinas-dinas di daerah agar membangun satu sistem yang efektif dan efisien.
Maka melakukan integrasi berbagai stakeholder pemerintah dalam proses perizinan bisnis menjadi tugas besar pemerintah, bukan hanya BKPM. Akan tetapi menjadi tanggung jawab setiap kementerian, pemerintah daerah, dan dinas-dinas terkait di daerah untuk melakukan penyesuaian dan kerja sama. Hal tersebut akan membantu bukan hanya pengusaha, tetapi juga pemerintah dapat membangun layanan yang efisien dan efektif. Pada saat yang sama dapat memberikan jaminan kecepatan dan kejelasan proses investasi sehingga meningkatkan kepercayaan investor kepada Indonesia. Selanjutnya investasi ke Indonesia pun akan meningkat dan berpengaruh pada peningkatan kegiatan ekonomi produktif dalam negeri.