Salah satu aspek penting dalam meningkatkan ekspor Indonesia adalah melakukan efisiensi biaya ekspor, yang terdiri atas biaya produksi dan biaya logistik perdagangan. Dibandingkan komponen biaya logistik lainnya, transportasi biasanya merupakan biaya terbesar dari logistik. Struktur jaringan transportasi dan kesiapan fasilitas transportasi juga akan mempengaruhi lama proses pengiriman, baik ekspor maupun impor. Pertanyaannya seberapa siapkah sistem transportasi di Indonesia untuk menunjang aktivitas ekspor dan impor?
Ada dua pintu utama dari dan ke Indonesia dalam perdagangan antar negara, yaitu Jakarta dan Surabaya. Berdasarkan laporan Ease of Doing Business 2018, waktu yang dibutuhkan Indonesia untuk mengekspor barang dari Jakarta adalah 48 jam untuk border compliance dan 60 jam untuk pemenuhan dokumen, serta kemampuan transportasi domestiknya yang membutuhkan waktu 3 jam untuk jarak tempuh 21 km. Jika ditotal, biaya yang diperlukan untuk tiga aktivitas ini senilai USD 515. Sebaliknya, Malaysia hanya membutuhkan 28 jam untuk border compliance dan 10 jam untuk pemenuhan dokumen, serta hanya membutuhkan waktu 4 jam untuk jarak tempuh 53 km, yang apabila ditotal membutuhkan biaya USD 438.
Transportasi Laut sebagai Moda Andalan
Kapal laut mendominasi transportasi internasional diperkirakan 90% dari total barang yang diangkut, sisanya menggunakan angkutan udara dan darat. Moda transportasi laut ini mampu menampung berbagai jenis angkutan baik yang berukuran kecil maupun besar, seperti barang curah, bijian, sampai dalam bentuk unit dapat diangkut di dalam kontainer melalui laut.
Pergerakan kapal di dalam negeri terdiri dari pergerakan kontainer antar pulau untuk tujuan dalam negeri serta untuk tujuan transhipment untuk dimuat ke kapal lebih besar dan tujuan ekspor/impor. Sayangnya, berdasarkan presentasi rapat kerja kementerian perdagangan pada 2017, armada kontainer di Indonesia masih terhitung sangat sedikit dibanding Malaysia, India, dan China. Perbandingan jumlah ukuran kapal-kapal besar yang dimiliki Indonesia bahkan tidak mencapai 50% seperti yang terlihat pada diagram di bawah. Hal ini berakibat pada biaya per TEU (Twenty-foot Equivalent Unit) menjadi lebih tinggi dibandingkan diangkut dengan kapal besar.
Perlu menjadi catatan bahwa besarnya kapasitas angkut kapal domestik juga harus diimbangi dengan kapasitas produksi yang optimal sehingga kontainer yang ada siap untuk menampung barang dengan jumlah yang optimal. Artinya, optimalisasi produksi domestik juga mesti dilakukan dengan cermat, terutama dalam memilih sektor unggulan ekspor.
Melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional, presiden menginstruksikan untuk meningkatkan jumlah dan kapasitas kapal laut nasional agar bisa menjadi tuan rumah di negara sendiri. Hal ini dikarenakan banyaknya kapal bendera asing yang beroperasi di Indonesia karena kapasitas kapal Indonesia yang belum mencukupi permintaan. Begitu pula angkutan laut kargo ekspor dan impor di Indonesia yang masih didominasi perusahaan asing.
PR selanjutnya
Dalam praktiknya, peningkatan jumlah dan kapasitas kapal harus didukung dengan kebijakan perbaikan pelabuhan. Kapal ukuran 9000 TEU setidaknya membutuhkan kedalaman minimal 13 meter dan kapal dengan ukuran 12000 TEU membutuhkan kedalaman minimal 18 meter. Oleh karena itu, Indonesia juga harus siap dengan kebijakan peningkatan kualitas pelabuhan nasionalnya.
Dalam MP3EI, disebutkan bahwa salah satu rencana untuk meningkatkan konektivitas dan melakukan efisiensi perdagangan internasional, Indonesia akan membangun pelabuhan Hub Internasional. Selama ini aktivitas perdagangan intra Asia harus mampir terlebih dahulu ke pelabuhan di Singapura dan Malaysia untuk transhipment. Rencana hub internasional ini akan ditempatkan di dua titik, satu di Indonesia bagian barat yaitu pelabuhan Kuala Tanjung dan satu lagi di Indonesia bagian timur yaitu pelabuhan Bitung.
Namun, perlu menjadi catatan bahwa rencana pembuatan hub internasional ini ataupun aturan lain terkait sistem logistik nasional harus memastikan adanya koordinasi dan integrasi yang baik antar berbagai kementerian. Langkah-langkah yang akan diambil juga harus terencana dan terukur dengan baik, seperti perhitungan terhadap permintaan dan penawaran produk yang akan melewati hub tersebut, jalur lintas kapal internasional, dan pertimbangan-pertimbangan lainnya sehingga aktivitas perdagangan dan logistik di Indonesia menjadi lebih efisien dan terintegrasi dengan baik.
Transportasi Multimoda: Sudahkah Terintegrasi dengan Baik?
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesi No 8 tahun 2011, telah diatur aktivitas mengenai transportasi multimoda. Transportasi intermoda dapat diartikan sebagai transportasi barang yang menggunakan lebih dari satu moda transportasi dalam satu perjalanan yang bekesinambungan dengan tetap menggunaan unit kemasan yang sama.
Moda yang akan terlibat dalam aktivitas ini seperti angkutan darat, kereta api, sungai/danau, laut, dan angkutan udara. Menurut laporan supplychainindonesia, saat ini Indonesia belum memiliki konsep transportasi intermoda dan multimoda. Regulasi yang ada belum mengatur bagaimana prosedur dan dokumen bagi barang yang berpindah moda transportasinya.
Perencanaan terhadap moda transportasi apa yang akan dibangun juga penting untuk memilih moda paling efisien. Termasuk di dalamnya fasilitas pergudangan di beberapa titik yang perlu direncanakan pula.