Substitusi Impor Taiwan: Kemauan, Perencanaan dan Kebijakan
Di masa lalu, dengan didorong biaya produksi yang kompetitif dan kebijakan perdagangan yang berorientasi ekspor, sektor manufaktur menjadi pusat dari pembangunan ekonomi Taiwan (Liu dan Shih, 2013). Tidak hanya Taiwan, Tiongkok juga mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa. Keajaiban ekonomi dari Taiwan dan Tiongkok menimbulkan banyak perdebatan (Zhu, 2006). Beberapa pihak beranggapan bahwa transformasi Taiwan dan Tiongkok disebabkan oleh pergeseran dari industrialisasi berbasis substitusi impor ke industrialisasi berorientasi ekspor sebagai kunci dari kesuksesan ekonomi mereka (Zhu, 2006). Pada bab ini, negara yang dibahas secara mendalam adalah Taiwan.
Studi dari Zhu (2006) menunjukan bahwa strategi pembangunan di Taiwan merupakan kombinasi dari substitusi impor dan orientasi ekspor dimana promosi ekspor digunakan untuk mempertahankan substitusi impor. Pemain penting dalam mendukung industrialisasi berbasis substitusi impor tersebut secara khusus adalah pemerintah, bank, badan usaha milik negara dan relasi antara aktor tersebut (Zhu, 2006).
Taiwan merupakan negara yang tidak memiliki sumber daya alam sebanyak Tiongkok. Saat pasar dari Taiwan cenderung kecil, industri produk substitusi impor dapat dengan cepat memenuhi kebutuhan pasar, namun ekspansi industri tersebut tentu akan terhambat (Zhu, 2006). Berbeda dengan Tiongkok yang memiliki pasar domestik yang besar, sehingga mudah untuk menerapkan kebijakan substitusi impor (Zhu, 2006).
Liu dan Shih (2013) membagi kebijakan industri Taiwan menjadi kebijakan substitusi impor pertama (1950-1958), era pertumbuhan ekspor dengan cepat (1958-1969), kebijakan substitusi impor kedua (1969-1980) dan pada era liberalisasi perdagangan (1980 sampai sekarang). Menurut Zhu (2006) masa industrialisasi Taiwan setelah periode 1949 dapat dibagi menjadi empat tahap. Tahap pertama adalah tahun 1949 sampai akhir 1950-an. Pada tahap ini, Taiwan menerapkan kebijakan kebijakan substitusi impor pertama untuk menggeser impor dari barang konsumsi dasar dan mendorong pengembangan industri tekstil, makanan dan berbagai industri padat kerja. Tahap kedua, dari akhir 1950-an sampai akhir 1960-an, Taiwan fokus mendorong ekspor produk industri padat kerja yang dihasilkan di tahap pertama. Perekonomian Taiwan di periode ini berhasil take off, dan pertumbuhan industri yang cepat dapat dipertahankan lebih dari dua dekade.
Di periode ketiga di awal 1970-an sampai awal 1980-an, ekspor terus digencarkan sembari bergeser dari industri padat kerja ke industri dengan nilai tambah yang tinggi dan padat keahlian. Pada periode ini, Taiwan memulai kebijakan substitusi impor kedua dan menerapkan penggunaan produk domestik untuk mensubstitusi produk impor yang digunakan industri manufaktur padat modal. Produk impor tersebut terdiri dari barang setengah jadi dan barang modal. Industri berat dan industri kimia terus digencarkan sembari membangun berbagai infrastruktur. Pada tahap keempat di awal 1980-an, Taiwan fokus untuk mengembangkan industri padat teknologi (Zhu, 2006). Kebijakan substitusi impor Taiwan yang akan dibahas fokus pada periode pembangunan industri berat dan industri kimia.
Dalam An Introduction to Our Economic Development Strategy (1987: 147) Li dan Ch’en menyampaikan bahwa antara tahun 1961 sampai 1972, strategi pembangunan dari industri Taiwan adalah mendorong industri produk substitusi impor dan secara khusus memberikan dukungan lebih bagi pengembangan industri kimia dan industri berat. Pada awal 1960-an, dua rencana ekonomi empat tahunan Thailand (1961-1968) menekankan kebutuhan untuk mengembangkan industri berat dan industri kimia. Dalam rencana ekonomi pertama (1961-1964) tertera bahwa “industri berat merupakan kunci industrialisasi untuk memproduksi barang modal, sehingga Taiwan harus mengembangkan industri tersebut untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dalam jangka panjang” (Wade 1990:87). Rencana ekonomi kedua (1965-1968) memberikan bahwa “Untuk pembangunan selanjutnya, perhatian akan diberikan sepenuhnya pada industri mendasar seperti industri barang setengah jadi petrokimia, industri bubur kayu kimia dan produksi baja yang terintegrasi daripada produksi atau pemrosesan barang akhir” (Wade 1990:87). Jelas terlihat bahwa Taiwan memasuki tahap kedua dalam menerapkan industrialisasi berbasis substitusi impor melalui pengembangan industri berat dan industri kimia.