Kebangkitan Ekonomi Vietnam Pasca Covid-19
Sektor ekonomi menjadi salah satu sektor yang paling terdampak selama masa pandemi. Hampir semua negara di dunia harus mengalami kemunduran ekonomi (setback), tidak terkecuali Vietnam. Vietnam yang ekonominya sedang tumbuh di angka 6.8% pada kuartal akhir 2019 harus mengalami setback akibat kebijakan ekstrim yang diambil pemerintah Vietnamuntuk mencegah penyebaran Covid-19 semakin meluas.
Namun yang menarik dari Vietnam adalah kemampuan ekonominya untuk kembali bangkit dengan sangat cepat, bahkan diprediksi ekonomi Vietnam akn terus meningkat dari tahun ke tahun.
Apa yang sebenarnya dilakukan oleh Pemerintah Vietnam sehingga ekonominya bisa kembali pulih dengan cepat?. Pertama, perekonomian Vietnam sangat elastis. Ekonomi Vietnam sangat menderita selama wabah. PDB-nya turun menjadi 3,8 persen pada kuartal pertama 2020, dibandingkan dengan 6,8 persen pada periode yang sama pada 2019 sesuai Kantor Statistik Umum Vietnam (GSO). Dalam tiga bulan pertama tahun ini, hampir 35.000 bisnis bangkrut – pertama kalinya dalam beberapa dekade jumlah perusahaan yang tutup lebih tinggi daripada bisnis yang baru terdaftar. IMF juga telah memproyeksikan bahwa ekonomi akan berkembang hanya 2,7 persen tahun ini.
Untuk membantu memulihkan ekonomi, pemerintah telah meluncurkan paket dukungan kredit US $ 10,8 miliar, menurunkan suku bunga, menunda pembayaran pajak dan biaya penggunaan lahan untuk beberapa lini bisnis. Selanjutnya telah mengeluarkan bantuan keuangan untuk pengusaha dan karyawan yang terkena dampak pandemi. Pemerintah Vietnam fokus kepada industry-industri utama Vietnam agar dapat segera bangkit.
Kedua, industry langsung melakukan diversifikasi. Kelangkaan bahan baku karena terhambatnya impor memaksa industry memutar otak. Perusahaan harus melakukan diversifikasi sumber input dan melihat lini bisnis baru. Sebagai contoh, beberapa pabrik garmen telah merubah bisnis mereka untuk memproduksi masker wajah. Untuk membantu ini, pemerintah juga menghapus pembatasan ekspor produk. Vietnam juga telah menjadi eksportir untuk alat pelindung diri dan alat uji ke beberapa negara yang terkena pandemi.
Ketiga, bisnis manufaktur di Vietnam sudah mencari input mentah ke Korea Selatan, Jepang, dan India untuk mengantisipasi apabilan China tidak bisa lagi menjadi pemasok utama. Selain itu, negara-negara seperti Jepang telah mengumumkan program subsidi senilai US $ 220 juta untuk mendorong produsen untuk mendiversifikasi basis produksi mereka ke Asia Tenggara yang selanjutnya akan membantu pemulihan industri di Vietnam.
Keempat, kegiatan bisnis dan perekonomian Vietnam sudah kembali normal lebih dulu daripada negara-negara lain dalam satu Kawasan. Berkat pemulihan Vietnam, produsen global yang ingin mendiversifikasi rantai pasokan mereka akan semakin melihat ke Vietnam. Sementara Vietnam keadaan belum sepenuhnya normal, Vietnam sudah bersiap untuk mengahadapi gelombang kedua Covid-19. Vietnam sekarang dapat membuat 7 juta masker kain dan 5,72 juta masker bedah sehari, sementara Vingroup telah menyatakan bahwa ia dapat memproduksi 55.000 ventilator per bulan. Vietnam juga telah menyiapkan rumah sakit baru yang dilengkapi dengan peralatan medis yang diperlukan jika diperlukan.
Karena itu, para investor dapat diyakinkan bahwa meskipun Vietnam telah membuka ekonominya, Vietnam tetap waspada dan siap untuk menghadapi tantangan yang akan ditimbulkan oleh COVID-19. The Economist mencatat bahwa COVID-19 mempengaruhi ekonomi-ekonomi baru dengan setidaknya tiga cara: mengunci populasi mereka, merusak pendapatan ekspor, dan menghalangi modal asing. Vietnam telah menangani yang pertama dan tetap pada jalur untuk mengatasi sisanya.
Beberapa hal di atas yang menjadi alasan Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan Vietnam akan menjadi salah satu ekonomi dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara terlepas dari dampak COVID-19. Dalam laporan Outlook Pembangunan Asia 2020, ia menegaskan ekonomi Vietnam akan bangkit kembali menjadi 6,8 persen pada 2021, asalkan pandemi bisa diatasi.