Tingginya Permintaan Produk Petrokimia Indonesia
Sebagai industri bahan baku untuk berbagai industri hilir, permintaan produk petrokimia di Indonesia terus mengalami kenaikan. Menurut Hendri Saparini, Pertumbuhan konsumsi rumah tangga nasional yang cukup tinggi dan stabil, yaitu sekitar 5% dan juga pertumbuhan manufaktur yang sekitar 3-4%, maka trennya akan semakin meningkat di masa mendatang. Oleh karena itu, pasar industri petrokimia hulu di Indonesia sangatlah besar. Industri hulu ini yang akan memasok bahan baku ke industri turunannya, seperti industri plastik, pipa, elektronik, otomotif, kabel listrik, dan berbagai jenis kemasan.
Permintaan produk petrokimia bahkan diprediksi terus meningkat hingga 2024 mencapai 16,7 juta ton terutama pada produk olefin, polyolefin, derivatives, aromatic, dan butadine derivatives. Rata-rata permintaan produk petrokimia Indonesia meningkat 2% tiap tahunnya. Dengan adanya perbaikan rantai pasok industri petrokimia dalam negeri, maka rata-rata permintaan mampu tumbuh lebih dari 5 %.
91% produk petrokimia di Indonesia adalah produk turunan dari Naptha. Dibandingkan dengan China, Eropa, dan Amerika Serikat, persentase produk berbasis naphta cracker di Indonesia jauh lebih besar. Sebaliknya, produk petrokimia Amerika Serikat justru lebih banyak berasal dari selain naphta. Oleh karena itu kebutuhan akan minyak mentah dan kemudian naphta itu sendiri akan sangat tinggi di Indonesia.
Lebih ke hilir lagi, permintaan sebagian besar produk petrokimia di Indonesia memiliki nilai CAGR (compounded annual growth rate) yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata dunia dan ASEAN. Butadiene diprediksi menjadi produk yang akan tumbuh paling pesat hingga 17,7% pada tahun 2023, sedangkan rata-rata permintaan dunia diprediksi hanya tumbuh 2,4%. Sebaliknya, peningkatan permintaan paling rendah adalah produk Propylene yang diprediksi hanya meningkat menjadi 1,7%.